Securitynews.co.id, PALEMBANG | Focus Group Discussion (FGD) “Membedah Putusan MK No : 90 /PPU-XXI/2023, Mengenai Batas Usia Capres dan Cawapres, yang digagas DPC Ikadin Palembang dengan Fakultas Hukum FH Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) di aula FH UMP Palembang, Kamis (9/11/2023).
Nampak hadir pembicara Dr (C) H. M. Antoni Toha, SH., MH., AIIArb, Wasekjend DPP IKADIN, Dr. H. Bahrul Ilmi Yakup, SH., MH, Ketua Asosiasi Advokat Konstitusi, Dr. H. Darmadi Djufri, SH., MH, CMLC, DPN PERADI Korwil Sumsel, Dr. Hasanal Mulkan, SH, MH, Dosen Pasca Sarjana Ilmu Hukum UMP, Dr. Nur Husni Emilson, SH., Sp.N., MH, Dekan FH UMP, Dr. H. Suharyono, SH., MH, Ketua Dewan Kehormatan DPC IKADIN Palembang, M. Husni Chandra, SH., M.Hum, Ketua DPD AAI ON Sumsel, Dr. H. Bambang Sugianto, SH., MH, Dosen Pasca Sarjana Ilmu Hukum STIHPADA, Yudistira Rusydi, SH., M.Hum, Dosen UMP, Alexander Abdullah, SH., M.Hum, Yudi Fahrian, SH., M.Hum, Dosen Tata Negara FH UIBA, Dr. Else Suhaimi, SH., MH, Dekan FH Universitas Taman Siswa, M. Soleh Idrus, SH., M.Si, Wakil Dekan I UMP, Dr. Serlika Aprita, SH., MH, Dr. Reny Okpyrianti, SH., M.Hum, Maspril Aries, Wartawan Senior, Desmon Simanjuntak, SH, Koordinator Ganjarist.
Peserta yang hadir dari BEM PTN/PTS Se Sumsel, Ketua DPC AAI ON Palembang, H. Riskon Vani, SH., MH, DPC PERMAHI Palembang dan undangandari tim relawan atau simpatisan pasangan Capres-Cawapres dan Partai Politik.
Acara FGD dibuka oleh Wakil Dekan I FH UMP, M. Soleh Idrus, SH., MS, lalu sambutan Sekretaris Panita, Anwar Sadad, SH, MH, dilanjutkan sambutan Ketua IKADIN Palembang Andre Macan, SH, MH, CHRM kemudian sambutan Dekan FH UMP yang diwakili oleh Wakil Dekan I FH UMP sekaligus membuka acara FGD, M. Soleh Idrus, SH, MS dan di moderatori Hj. Aina Rumiyati Azis, SH., M.Hum, Sekretaris DPC IKADIN Palembang.
Dalam kesempatan tersebut, Praktisi hukum Dr. Bahrul Ilmi Yakup, SH.,MH melihat soal timing putusan MK No 90 /PPU-XXI/2023 dibacakan dan diputuskan padahal permohonannya sudah cukup lama tapi kenapa timing pembacaan putusan menjelang penetapan capres dan cawapres.
Lalu masalah adminstrasi, dimana terhadap putusan MK tersebut permohonan memang sudah di cabut oleh pemohon tapi kenapa tiba-tiba masuk lagi disini yang menjadi masalah.
“Masak Ketua MK masuk hari Sabtu untuk mengawal masuknya lagi permohonan, ini dosa yang enggak di buka di public oleh MKMK,” katanya.
Selain itu dari jurabilitas putusan, dimana hukum itu norma yang mengatur sesuatu hal interaksi subjek hukum.
“Selain itu ada alasan rill untuk merubah norma, prinsipnya suatu norma tidak bisa dirubah sebelum di implementasikan, baru tahu kita ini cacat sehingga harus di ubah, persoalannya masak norma itu diubah dalam waktu jam, sebelum putusan MK No 90 itu dibacakan ada putusan nomor 55 , 51 dan 29 semua itu menyatakan soal umur merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, artinya bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi, itu persoalan tapi dua jam kemudian muncul dibacakan putusan 90 yang menganulir putusan 29, 51 dan 55 , gilanya disitu,” katanya.
Lalu putusan berikutnya putusan 91 dan 92 menyatakan permohonan tidak dapat diterima karena objeknya sudah hilang.
“Mereka (MK) tidak punya nalar hukum disitu,” sambungnya.
Sedangkan pengacara/advokat Darmadi Djufri SH MH menilai Mahkamah Konstitusi saat ini sudah menjadi Mahkamah Keluarga .
“Kalau saya menilai ini bukan Mahkamah Keluarga tapi sudah lebih kepada mahkamah kehancuran, kehancuran dari peradaban hukum kita, kehancuran dari sistim politik kita dan kehancuran nasib anak bangsa kedepan dari sisi politik ya begitu, artinya hukum sekarang tidak berdaya oleh kekuasaan yang oligarki yang dikuasai satu kelompok saja dan infastruktur politik saat ini semuanya sudah tersandera karena kasus kasus hukum,” bebernya.
Mantan ketua LBH Palembang Suharyono SH menilai putusan MK tersebut seharusnya harus membangkitkan kita sebagai bangsa Indonesia bahwa kita harus berdaulat.
“Dalam perkembangan terakhir ini ada pergeseran dari negara hukum menjadi negara kekuasaan,” katanya.
Sementara, Praktisi hukum H M Antoni Toha SH MH menilai kedaulatan ada ditangan rakyat.
“Saya setuju dengan pendapat tokoh kita kemarin , jangan pilih dia selesai, itu saja kongkrit karena ini full konflik kalau ini di anulir dan bolanya di KPU, ini masih bakal calon belum calon tetap,” katanya.
Sedangkan wartawan senior Sumsel, Maspriel Aries menilai putusan MK No 90 membuktikan hukum sudah di tunggangi kepentingan politik.
“Ini dalam beberapa hal bahwa begitu dominannya kepentingan atau aroma politik dalam putusan MK No 90 dan putusan MK-MK ini juga ada aroma politik, saya yakin media mainsteam yang punya idialisme akan mau mengungkap ini , ini baru serpihan-serpihak yang diungkap media,“ katanya.
Wakil Dekan I FH UMP M Soleh Idrus SH MS yang membuka acara mengatakan, diskusi ini makin menarik karena bagi kita kajian-kajian tentang putusan ini menjadi suatu analisis bersama.
Ketua DPC Ikadin Palembang, Andre Macan, SH, MH, CHRM, berharap dengan diskusi ini akan menjadi diskusi yang memang layak untuk dimintakkan pendapatnya, sehingga diskusi ini dapat menambah wawasan semua terutama masyarakat hukum.
“Sehingga kita bisa mengembangkan apa yang didapat di diskusi kali ini, mudah-mudahan ini menjadi bahan rekomendasi, karena kita ketahui putusan MK ini sudah ada juga putusan majelis kehormatan MK yang menyatakan pelanggaran 9 hakim MK, namun tidak diberhentikan permanen,” tutupnya. (*)