* Akibat Dinilai Rugikan Bank BPR Sumsel Ratusan Miliar
Securitynews.co.id, PALEMBANG – Akibat merugikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sumsel dan kredit macet yang ditimbulkan di BPR menyebabkan kerugian sampai Rp 140 miliar. Mantan Direktur Utama (Dirut) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sumsel periode 2006-2017, Nazirwan Delamat, akhirnya dituntut JPU hukuman penjara selama 8 (delapan) tahun penjara.
Dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Indah Kumala Dewi yang dibacakan jaksa pengganti, Erwin Wahyudi, menyatakan perbuatan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 49 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nazirwan Delamat dengan pidana penjara selama 8 tahun denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan,” cetus JPU kepada terdakwa yang tidak dilakukan penahanan ini, di ruang sidang Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Sumsel, Senin (23/12).
Tuntutan tersebut, menurut Jaksa Erwin hal yang memberatkan perbuatan terdakwa telah merusak citra Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sumsel dan kredit macet yang ditimbulkan di BPR menyebabkan kerugian sampai Rp 140 miliar.
Sementara itu, usai mendengarkan tuntutan JPU, Majelis Hakim yang diketuai Erma Suharti SH, memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menyiapkan nota pembelaan melalui penasihat hukumnya, kemudian majelis hakim menunda persidangan. “Persidangan ditunda dan dilanjutkan kembali pada 6 Januari dengan agenda pembacaan nota pembelaan,” tukas Majelis Hakim, seraya mengetukkan palunya.
Untuk diketahui, menurut dakwaan JPU, Nazirwan diseret ke meja hijau berdasarkan hasil penyelidikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menemukan pembayaran kredit bermasalah hingga puluhan miliar, sejak Agustus 2011 hingga Desember 2016.
Sebagai Direktur Utama terdakwa dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.
Yaitu terdakwa telah menyetujui pemberian 21 fasilitas kredit dengan 12 debitur dan total plafon sebesar Rp 40.975.000.000. Serta terdakwa juga menyetujui pemberian empat fasilitas kredit kepada debitur atas nama PL Konsorsium Indomineratama Waspada Karsa (PL KIWK) dengan plafon sebesar Rp 15.200.000.000.
Terdakwa juga menyetujui pemberian dua fasilitas kredit kepada debitur atas nama PT Bangau Persada Nusantara (BPN) dengan total plafon Rp 4,5 miliar. Namun ternyata pemberian fasilitas kredit tersebut tidak didasari dengan adanya Surat Perintah Kerja (SPK).
Selain itu nilai agunan yang tidak mengcover plafon kredit, tidak dilakukan survei ke lokasi proyek/klarifikasi kepada bowheer. Serta persetujuan kredit diberikan dalam rapat internal sebelum adanya analisis kredit, tidak terdapat track record usaha ataupun keuangan debitur (SID), beberapa SPK tidak sesuai dengan nama debitur yang diajukan.
Serta tidak dilakukan verifikasi kebenaran data laporan keuangan, tidak dilakukan analisis konsep hubungan total pemohon kredit (one obligor concept) dan tidak dilakukan analisis kebutuhan modal kerja.
Di samping itu terhadap 21 fasilitas kredit tidak digunakan debitur, melainkan digunakan oleh Amiruddin dan dari hasil pencairan pemberian kredit tersebut telah dibukukan atau dicatatkan di register pinjaman kredit dan buku kas besar di PT BPR Sumsel.
Laporan : Syarif
Editor/Posting : Imam Ghazali