Securitynews.co.id, JAKARTA– Akhir-akhir ini publik dikejutkan oleh berbagai peristiwa terkait kenakalan remaja. Mulai dari maraknya gank motor yang brutal dimana para pelakunya masih berusia belia, pelajar SMP yang menantang gurunya hanya karena ditegur terlambat sekolah. Dan terbaru aksi penganiayaan yang dilakukan anak pejabat Departemen Keuangan hanya karena persoalan sepele.
Dari rentetan kejadian tersebut, persoalan generasi muda dengan eksistensi jiwa mudanya semakin meninggalkan nilai-nilai Pancasila. Pancasila tidak lagi menjadi landasan utama dalam bertindak dan berperilaku dari berbagai segi kehidupan generasi muda.
Menurut Akademisi Dr. Suriyanto PD, fenomena kecenderungan perilaku dan kepribadian generasi muda sekarang ini semakin menjauh dari nilai-nilai Pancasila dan kehilangan jati diri sebagai suatu individu yang berakar dari nilai-nilai luhur budaya bangsa. “Sangat memprihatinkan, bila hal ini terus kita biarkan, mau di bawa kemana arah bangsa ini, jika generasi mudanya sudah tergerus nilai-nilai moralnya. Kondisi faktual saat ini yang menggerus kepribadian generasi muda seperti hilangnya identitas budaya bangsa, tawuran pelajar dan mahasiswa, narkoba, seks bebas, fenomena genk motor, kekerasan yang dilakukan generasi muda, dan degradasi moralitas pelajar menuntut pihak-pihak yang berkompeten untuk mengantisipasi dan penanggulangi berbagai persoalan tersebut,” kata Suriyanto, Jumat [24/2/2023]
Suriyanto mengungkapkan, lemahnya ketahanan budaya pada generasi muda juga ditunjukkan oleh terjadinya gejala krisis identitas sebagai akibat semakin melemahnya norma-norma lama dan belum terkonsolidasinya norma baru, yang telah mengakibatkan terjadinya sikap ambivalensi dan disorientasi tata nilai.
Ketua Umum DPP Persatuan Wartawan Republik Indonesia [PWRI] ini mengungkapkan, disorientasi tata nilai, ditambah dengan tumbuh suburnya semangat kebebasan, telah menyuburkan tumbuhnya pandangan yang serba boleh (permisif) yang telah mengakibatkan menguatnya budaya hedonis generasi muda.
Mensikapi hal itu, dosen cyber crime di salah satu perguruan tinggi di Jakarta ini menegaskan, sudah saatnya Pendidikan Moral Pancasila digaungkan dan dikuatkan kembali, agar generasi muda tidak semakin jauh dari nilai-nilai moral. “Inilah pentingnya pendidikan moral Pancasila untuk generasi penerus bangsa. Bila tidak dipersiapkan dari sekarang maka tunggu kehancuran bangsa digilas oleh generasi penerus yang tidak lagi memahami sendi kehidupan bangsa Indonesia yang menganut budaya yang bermoral dan beretika berdasarkan pancasila yang begitu susah payah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa dari era sebelum adanya Indonesia hingga berdiri menjadi satu negara berdaulat nkri yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945,” ujarnya.
Ungkap Suriyanto, sejak era reformasi dihapuskan nya pendidikan moral dan Pancasila hingga kini menjadikan bangsa ini kehilangan arah pada tatanan generasi z hingga ke depannya. “Hal ini hendaknya jadi perhatian khusus bagi pemerintah dan para tokoh di negeri ini, untuk perbaikan generasi penerus bangsa Indonesia ke depan lebih baik dan maju untuk menjadi bangsa yang besar dan memiliki kekuatan etika dan moral. Karena itu, yang dibutuhkan sekarang adalah kemauan pemerintah untuk mengaktualisasikan pilar hidup berbangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia, menjadi kebijakan yang memberi ruang sama bagi anak-anak bangsa ini. Kebijakan lain yang sangat penting dicermati adalah perlunya Pendidikan Moral Pancasila dihidupkan kembali di sekolah dari pendidikan usia dini (PAUD) hingga perguruan tinggi,” tuturnya.
Suriyanto kembali mengungkapkan, terkait perjalanan pendidikan Pancasila ini memang dari dahulu sudah ada dengan jenis yang berbeda. Pada tahun 1965 Presiden Soekarno menetapkan sistem pendidikan nasional Pancasila untuk pendidikan prasekolah hingga pendidikan tinggi. Tahun 1975 PMP mulai diperkenalkan di sekolah menggantikan budi pekerti dan pendidikan kewarga negaraan.
Kemudian, lanjut Suriyanto, tahun 1983 Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa(PSPB) mulai diajarkan dan digabung dengan PMP yang menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) pada tahun 1994. Akhirnya pada tahun 2001 PPKM resmi diganti menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKN). PMP adalah suatu keharusan diajarkan kepada masyarakat Indonesia sejak dini guna dapat bersama-sama menjaga kemajemukan dan berdampingan dengan segala perbedaan.
Selain itu, PKN tidak cukup karena hanya mengajar prinsip menjadi warga negara, tidak mencukupi untuk menjaga ideologi kita era globalisasi dan digital yang membutuhkan sebuah fondasi yang kuat. Dengan PMP diharapkan masyarakat Indonesia menjadi Insan Pancasila yang dapat mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan menjadi habituasi dalam ke hidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. “Dapat menghargai kekayaan negaranya sendiri, hingga menghilangkan sikap radikalisme dan intole ransi. PMP harus diajarkan sejak dini dan ini seharusnya lebih diupayakan pemerintah dalam merawat roh Bhinneka Tunggal Ika, supaya menjadi sebuah gugus insting yang memengaruhi cara berpikir, bertindak, bernalar, dan berelasi warga negara. Hal ini sudah menjadi milik bersama, maka warga negara memiliki visi yang sama dalam mengaktualisasikan nilai-nilai kebinekaan dalam relasi hidup bersama,” pungkas Suriyanto.
Laporan : A. Chandra
Editing : Imam Gazali