Eksepsi Bupati Nonaktif Muara Enim, Seret Nama Ketua KPK Firli?

Securitynews.co.id, PALEMBANG – Sidang lanjutan dugaan kasus suap atas terdakwa Bupati Nonaktif Muara Enim kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pada Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Sumsel, Selasa (07/01/2020). Dengan agenda pembacaan Eksepsi (Nota keberatan, red) dari Penasehat Hukum terdakwa Ahmad Yani, terhadap dakwaan yang ditujukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Terungkap dalam persidangan, di dalam Eksepsi terdakwa melalui Penasehat Hukum Mahdir Ismail SH menyebutkan, bahwa perkara dugaan suap yang menjerat kliennya, dilatarbelakangi konflik internal dalam KPK yang ingin menjatuhkan Firli Bahuri sebagai ketua KPK yang baru terpilih.

Selain itu dalam eksepsinya menurut Mahdir Ismail bahwa perkara ini merupakan bentuk politik pembusukan oleh KPK di bawah kepemimpinan Agus Raharjo atas ketidaksukaan terpilihnya Firli Bahuri sebagai Ketua KPK.

“Sikap inilah yang menjadi latar belakang terjadinya perkara ini, yang harus dilihat secara hati-hati oleh kita semua. Apa yang dilakukan oleh pimpinan KPK Agus Rahardjo dkk ini, tentu bukan merupakan sikap terpuji dan bukan pula sikap saling menghormati terhadap kehormatan jabatan, yaitu dalam hal ini kehormatan jabatan Firli Bahuri,” ungkapnya.

Mahdir Ismail menambahkan, hal ini merujuk pada kejanggalan penyadapan oleh KPK terhadap kedua terdakwa lainnya yakni A. Elfin MZ Muchtar dan Robi Okta Fahlevi. Sebab berdasarkan BAP, penyadapan baru intensif dilakukan pada 31 Agustus 2019. Tepat di hari Ahmad Yani sebagai Bupati Muara Enim, akan melakukan pertemuan dengan Firli Bahuri yang saat itu masih menjadi Kapolda Sumsel sekaligus calon pemimpin KPK.

Di luar persidangan kepada wartawan, Mahdir Ismail menuturkan, pertemuan antara kliennya dan Firli Bahuri saat itu hanya sebagai pertemuan biasa. “Koordinasi yang biasa saja antara pejabat. karena sejak Ahmad Yani dilantik, mereka belum pernah bertemu. Beliau datang untuk memperkenalkan dirinya sebagai salah satu pejabat daerah,” tandasnya.

Diketahui di persidangan sebelumnya dalam dakwaan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK RI di antaranya yakni Budi Nugraha, Muhammad Asri Irwan, Muhammad Ridwan mengatakan, bahwa terdakwa diduga telah menerima hadiah atau janji yaitu menerima uang dalam bentuk Dollar Amerika sejumlah USD 35.000 (tiga puluh lima ribu dollar Amerika Serikat) dan dalam bentuk rupiah total senilai Rp 12,5 miliar lebih. Terdakwa pun diduga menerima beberapa unit kendaraan roda empat berupa 1 (satu) unit mobil pickup merk Tata Xenon HD single cabin warna putih dan 1 (satu) unit Mobil SUV Lexus warna Hitam Nopol B 2662 KS.

Sementara itu, secara terpisah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (07/02/2020) menyatakan, bahwa ia dan keluarganya tidak pernah menerima suap dari pihak mana pun.

“Saya tidak pernah menerima apa pun dari orang, keluarga saya pun sudah kasih tahu jangan menerima apapun. Jadi pasti ditolak,” kata Firli kepada wartawan, Selasa (7/1/2020) dikutif dari Antara.
Menurut Mantan Kapolda Sumatera Selatan ini, dirinya juga selalu menolak setiap mendapat tawaran untuk menerima sesuatu dari orang lain.

“Semua pihak yang mencoba memberi sesuatu kepada saya atau melalui siapapun pasti saya tolak. Termasuk saat saya jadi Kapolda Sumsel saya tidak pernah menerima sesuatu,” tegasnya.

Laporan             : Syarif
Editor/Posting : Imam Ghazali