Securitynews.co.id, PALEMBANG − Badan Penelitian Aset Negara (BPAN) Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sumsel, meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel untuk bertindak tegas atas ulah dugaan oknum kejaksaan atas penyitaan aset aset milik terpidana Sutiono bin Sutikno divonis 11 tahun 6 bulan penjara, kasus Korupsi Dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank BRI Kayuagung, senilai Rp 8 miliar pada tahun 2009. Namun diduga asset tersebut sampai saat ini belum juga di lelang, bahkan diduga dimanfaatkan oleh oknum kejaksaan mengais keuntungan.
Selain itu sebagaimana keputusan Pengadilan Tinggi Sumsel, Sertifikat yang menjadi jaminan di Sutiono (terpidana) melalui KUR Kelompok tani dikembalikan secara gratis ke masing masih pemilik sertifikat, akan tetapi diduga ada oknum yang bermain sehingga pemilik sertifikat harus membayar Rp 3.500.000/Sertifikat/bukti kwitansi terlampir) kepada KUD, selanjutnya masyarakat (nasabah KUR) masih harus membayar lunas pinjaman kepada KUD dengan alasan KUD telah membayar semua pinjaman kelompok KUR.
Salah warga Mekar Wangi Kecamatan Mesuji Kabupaten OKI yang tidak mau menyebutkan namanya mengatakan, Sutiono kena kasus Kredit Usaha Rakyat (KUR) sudah dipidana 11 tahun 6 bulan, seharusnya di menjalani hukuman 9 tahun 6 bulan jikalau aset hasil korupsi dikembalikan, namun disini aset disita Sutiono tetap diputus 11 tahun 6 bulan, aset itu berupa 2 unit rumah, kebun sawit 4 Ha, kebun karet, sarang walet, ruko. Namun kenyataannya sampai sekarang belum dilelang. “Sebetulnya aset yang disita bukan hasil dari korupsi, tapi jatah transmigrasi tahun 1981,” ungkapnya.
Ketua LAI BAPAN DPD Provinsi Sumsel Syamsudin Djoesman menuturkan, team DPD Sumsel menyurati Kejaksaan Tinggi Sumsel tembusan Kejari OKI, berdasarkan laporan ini Selasa (5/11/2019). Namun belum ada tindak lanjut, dikonfirmasi Senin (25/11/2019). ke Kasi Penkum Haidar ternyata sedang keluar kota ke Kejari Pali.
“Ini diduga ada Oknum Kejari OKI ada main, kenapa seperti ini, aset tidak sesuai dengan yang di sita, selain itu katanya aset yang sita akan dilelang namun sampai saat ini aset tersebut belum juga dilelang. Pertanyaannya siapa yang menfaatkan aset aset tersebut. Itu yang menjadi pertanyaan kita, banyak loh aset aset tersebut. Tuntutan kita itu sesuai prosedur, apa yang menjadi putusan sidang itulah yang dijalankan, masalah aset yang disita siapa yang mengambil dan memanen dan terus dikemanakan, contoh kebun karet, kebun sawit, sarang wallet siapa yang manen, ruko siapa yang menunggu. Kami Aliansi Indonesia mitra Kejaksaan, makanya kita minta ketegasan dari Kejati Sumsel atau Kejari OKI, ada apa sih?, jikalau memang ada oknum kejaksaan yang bermain harus ditindak tegaslah, selanjutnya kita akan koordinasi dengan Asisten Pengawasan Kejati Sumsel,” paparnya kepada Sumateranews.co.id, di ruang kerjanya, Selasa (26/11/2019).
Syamsudin menambahkan, jadi dari petikan putusan ini, bahwasannya tanah yang bersertifikat Surat Hak Milik (SHM) akan dikembalikan kepada pemiliknya, ternyata oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Mekar Sari Desa Mekar Wangi dimintai biaya Rp 3.500.000, per SHM sebanyak 106 SHM dengan alasan ganti biaya “kulu kiliir,” pungkasnya.
Untuk diketahui, berdasarkan laporan team Aliansi Indonesia Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir (OKI) melaksanakan penyitaan semua asset milik terpidana Sutiono bin Sutikno untuk dilelang. Akan tetapi ada beberapa aset yang sampai saat ini tidak dilelang dan diusahakan secara pribadi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, aset aset tersebut yakitu antara lain: 1. Tanah pekarangan kebun karet dan kebun sawit atas nama Sutikno yang diperoleh dari program transmigrasi tahun 1986. 2. Rumah yang dibangun pada tahun 1995. 3. Kebun sawit atas nama Sutiono di pinggir sungai 4 hektar yang ditanam sendiri tahun 2008. 4. Kebun sawit atas nama Sabirin yang dibeli dari Sulistiyo Budi. 5. Gedung wallet yang dibangun tahun 2012. 6. Rumah Siti (anak ketiga dari terpidana. Sertifikat atas nama Suwarni.
Berdasarkan hasil keputusan Pengadilan Tinggi Sumsel, Sertifikat yang menjadi jaminan di Sutiono (terpidana) melalui KUR Kelompok tani dikembalikan secara gratis ke masing masih pemilik sertifikat, akan tetapi diduga ada oknum yang bermain sehingga pemilik sertifikat harus membayar Rp3.500.000/Sertifikat/bukti kwitansi terlampir) kepada KUD, selanjutnya masyarakat (nasabah KUR) masih harus membayar lunas pinjaman kepada KUD dengan alasan KUD telah membayar semua pinjaman kelompok KUR.
Sekedar mengingatkan, terdakwa Sutiono warga Desa Mekar Wangi, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumsel. Terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi Dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank BRI Kayuagung, senilai Rp 8 Miliar pada tahun 2009, dan divonis hukuman 11 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Tinggi Palembang, sedangkan tuntutan Jaksa Kejari OKI 9 Tahun 6 bulan.
Akhirnya menyita Harta milik Setiono. Eksekusi penyitaan harta milik Setiono, dilakukan Senin (11/9/2017) sekitar pukul 14.30 Wib, hal ini berdasarkan keputusan Pengadilan Tinggi Palembang dengan nomor : 3 /PID.SUS- TPK / 2017/ PT. PLG tanggal 12 Mei 2017 milik terpidana Sutiono dalam kasus korupsi dana KUR BRI.
Sedikitnya ada 8 item Harta milik Setiono yang disita, terdiri dari lahan dan bangunan yang disita dalam proses eksekusi tersebut. Dimana kesemuanya berada dalam wilayah Desa Mekar Wangi Kecamatan Mesuji. Lahan dan bangunan milik terpidana Sutiono yang disita tersebut dengan rincian, 1 unit lahan dan bangunan seluas 50 × 50, serta 1 bidang lahan kebun karet seluas 50 × 100 terletak di Dusun IV Desa Mekar Wangi.
Lalu 2 unit ruko bangunan terletak di Dusun II Desa Mekar Wangi dan 1 gedung bangunan sarang walet terletak di Pasar Dusun II Desa Mekar Wangi, 1 buah lahan dan bangunan rumah yang juga terletak di Dusun II Desa Mekar Wangi Kecamatan Mesuji Kabupaten OKI.
Selanjutnya, 1 bidang lahan dan kebun sawit yang terletak di kelompok 47 dan lahan serta kebun karet seluas 1 hektar terletak di Dusun II Desa Mekar Wangi. Kemudian 1 bidang lahan karet yang terletak di Dusun I Desa Mekar Wangi Kecamatan Mesuji Kabupaten OKI.
Laporan : Syarif Umar-CW
Posting/Editor : Imam Ghazali