Oleh : Ummu Syafa
Anggota DPR mendapatkan begitu banyak tunjangan, salah satunya tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta per bulan, sehingga pendapatan resmi mereka bisa mencapai lebih dari Rp 100 juta setiap bulannya. Sementara itu, rakyat yang mereka klaim wakili justru bergulat dengan harga kebutuhan pokok yang semakin tinggi, lapangan kerja yang sulit, dan biaya hidup yang mencekik.
Para pengamat pun menilai, penghasilan semacam itu “tidak layak di tengah sulitnya ekonomi masyarakat” dan “tidak sepadan dengan kinerja DPR yang jauh dari memuaskan.” Bagaimana mungkin wakil rakyat hidup dalam kemewahan, sementara rakyat yang mereka wakili hidup dalam kesusahan.
Kesenjangan adalah keniscayaan dalam sistem demokrasi kapitalisme. Di sistem ini, politik transaksional menjadi hal yang lumrah, karena materi adalah tujuan utama. Mereka yang berkuasa bahkan bisa menentukan sendiri besaran anggaran untuk memenuhi kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Jabatan akhirnya dijadikan alat untuk memperkaya diri. Empati pada rakyat hilang, kepedulian pada penderitaan rakyat lenyap, dan amanah sebagai wakil rakyat pun dilupakan.
Dalam Islam, ada perbedaan mendasar antara wakil rakyat di sistem demokrasi dan anggota majelis umat dalam sistem Islam. Demokrasi berasaskan akal manusia, sedangkan Islam berasaskan akidah Islam. Syariat Allah menjadi pedoman, bukan hawa nafsu atau kepentingan pribadi.
Setiap jabatan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Termasuk amanah sebagai anggota Majelis Umat. Jabatan tidak pernah dimanfaatkan untuk memperkaya diri, melainkan untuk melayani rakyat dengan penuh tanggung jawab.
Setiap Muslim, termasuk para penguasa dan anggota majelis, wajib memiliki kepribadian Islam. Dengan keimanan yang kokoh, semangat fastabiqul khairat akan selalu menyertai dalam menjalankan amanah sebagai wakil umat.
Wahai para penguasa, tidakkah kalian malu di hadapan Allah ketika rakyat yang kalian pimpin menangis karena lapar, kesulitan biaya pendidikan, dan terhimpit hutang, sementara kalian hidup mewah dengan tunjangan fantastik? Tidakkah kalian takut azab Allah, ketika kekuasaan kalian gunakan untuk memperkaya diri, bukan untuk menolong rakyat yang seharusnya kalian lindungi.
Rasulullah SAW bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka berhentilah berfoya-foya di atas penderitaan rakyat! Jangan jadikan jabatan sebagai jalan menuju neraka. Jadikanlah amanah kekuasaan sebagai jalan menuju ridha Allah, dengan mengurus rakyat sebagaimana seorang penggembala yang menjaga setiap ekornya dengan penuh kasih sayang.
Kesejahteraan rakyat tidak akan pernah terwujud dalam sistem demokrasi kapitalisme yang rusak. Hanya dengan kembali pada syariat Allah secara menyeluruh, penguasa benar-benar akan menjadi pelayan rakyat, bukan penghisap darah rakyat. ***