Tanggal dan Bulan Pemilu 2024 Belum Ada Kesepakatan

Securitynews.co.id, PALEMBANG- Diketahui mulai dari ketetapan pemerintah, KPU, dan DPR untuk menetapkan kapan tanggal dan bulan pemungutan suara 2024 sampai saat ini belum ada kesepakatan tetapi yang diusulkan oleh KPU yakni bulan Februari, sedangkan pemerintah meminta bulan Mei.

Tahapan awal atau disebut tahapan persiapan diperkirakan akhir tahun 2022. UU nomor 10 tahun 2016 tertulis pasal yang meyatakan bahwa pelaksanaan pemilihan kepala daerah Gubernur, Walikota dan Bupati dilaksanakan bulan November 2024.

Kepala KPU Sumsel Amrah Muslimin, SE MSi mengatakan, dalam hal ini pihaknya menerangkan, bulan November berhubungan dengan pemilihan umum legislatif karena Gubernur, Walikota Bupati, dan sebagainya yang mencalon harus diusung oleh partai politik hasil pemilu 2024. Tantangan ketika kekosongan jabatan menurut pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumsel tetap sama seperti sebelumnya. Katanya saat diwawancarai di ruang kerjanya, Senin (8/11/2021).

Amrah mengaku sudah terbiasa menghadapi pemilu maka tidak menjadi persoalan yang begitu menonjol. Walaupun di tengah masa pandemi bahkan tingkat partisipasi masyarakat di masa pandemi meningkat.

Ditambahkan Amrah, KPU terus berubah sehingga kapanpun pemilihan dilaksankan maka peraturan juga harus menyesuaikan terhadap perkembangan zaman, sehingga tujuan pelaksanaan pemilu yang demokratis itu tercapai.

Setiap waktu dan masa tentunya berbeda maka tugas penyelenggara menyesuaikan masa dimana dia menyelenggarakan pemilu. “Anggaran untuk tahun 2022 belum dianggarkan oleh pemerintah sementara kegiatan instansi dari kementerian lain sudah semua,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) Sumsel,  Iin Irwanto menyebut ada dua  pelanggaran tertinggi yang masih dilakukan peserta Pilkada serentak 2024, mendatang. ”Yakni pola sosialisasi media sosial dan problem Daftar Pemilih Tepat (DPT). Kalau dirangking pola kampanye yang melibatkan akses media sosial dan jumlah rinci DPT, mungkin paling banyak laporannya ke kita. Pelanggan ini kita prediksi masih banyak dilakukan,” tegasnya, Senin (8/11/2021).

Bersama KPU, pihaknya  melakukan antisipasi, seperti tiap paslon wajib melaporkan akun media sosial yg resmi digunakan untuk bersosialisasi. Akun inilah yang akan dilihat jika dilaporka  ada dugaan pelanggaran. Namun kenyataan di lapangan justru banyak paslon membuat akun sendiri alias akun gelap tanpa dilaporkan ke pihaknya. Jika sudah seperti itu, tentu saja bukan lagi menjadi wewenang Bawaslu lagi.  “Konflik-konflik seperti ini bahkan akan banyak terjadi, saling lapor paslon satu sama lain. Apalagi akses media sosial saat ini sedang booming sekali. Mungkin bisa jadi bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak dan berpengaruh pada konsistelansi proses pemilihan.

Yang kedua, adalah persoalan DPT. Kondisi carut marut perhitungan DPT memang diakuinya terlihat simpel dan sederhana secara teori, namun pada praktek justru selalu jadi sumber masalah. Makanya, pemerintah terus melakukan updating data melalui sistem NIK pada e-KTP calon pemilih.

Kondisi konflik lainnya adalah keterlibatan para Aparatur Sipil Negara (ASN). Seharusnya, lanjut Iin,  para ASN netral, namun karena menyankut pola pekerjaan dan pola kedekatan hubungan satu instansi dengan paslon, banyak ASN yang terang-terangan mendukung bahkan masuk dalam kelompok tim sukses. Lebih bahayanya lagi, ASN bersangkutan memiliki tanggung jawab tertentu dengan proses kegiatan operasional Pilkada.  Selanjutnya adalah politik uang, apapun bentuknya seperti pemberian langsung dalam bentuk uang tunai, voucher, hadiah dan lainnya masih menjadi persoalan.
“Pelanggaran -pelanggaran seperti inilah yang bisa langsung kita sanksi tegas jika ada bukti otentik di lapangan,” tegasnya.

Iin menambahkan, untuk mengantisipasi pelanggaran-pelanggaran hingga mengantisipasi terjadi konflik, pihaknya menggelar kegiatan pengkaderan dalam rangka pengawasan, sesuai  amanat UU no 7 tahun 2017 dan juga UU no 10 tahun 2016.

Apalagi khusus Pilkada di Sumsel, terdapat 10 kepala daerah, baik Bupati dan Walikota hingga Gubernur akan habis masa jabatannya, yakni dari Musi Banyuasin, apalagi yang masa jabatannya akan berakhir pada tahun 2022 seperti Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Palembang, Banyuasin, Lubuk Linggau, Empat Lawang, Pagar Alam, Lahat, Muara Enim, dan Prabumulih, kecuali Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang masa jabatannya berakhir pada Januari 2024. “Artinya memang sangat dibutuhkan pengawasan ekstra hingga tingkat daerah, makanya kami merekrut pengkaderan yang sudah dimulai sejak 2018, lalu. Khusus pada periode ini, sudah dilakukan kaderisasi 200 peserta yang akhirnya dikerucutkan menjadi 30 orang,” pungkasnya.

Laporan : Wiwin
Posting : Imam Ghazali