Oleh: Rima Liana
Angka perceraian terus mengalami peningkatan. Pada minggu terakhir Agustus 2025, kata kunci ”cerai” mencapai puncak pencarian tertinggi sepanjang tahun. Google Trends turut mencatat popularitas kata kunci tersebut tak surut hingga memuncak lagi di minggu ketiga Oktober. jumlah perceraian di Indonesia mencapai hampir 400.000 kasus sepanjang 2024. Angka tersebut meningkat 13,1 persen dibandingkan satu dekade lalu. Jika dibandingkan jumlah pernikahan di tahun yang sama, kasus perceraian mengambil proporsi 27 persen.
Angka tersebut bukan sekadar statistik, melainkan cermin perubahan sosial yang sedang terjadi. Cara orang menafsirkan cinta, komitmen, dan kebahagiaan dalam kehidupan modern bisa jadi tak lagi soal sehidup semati. Jika melihat tren, puncak perceraian tercatat pada 2022 dengan 516.300 kasus. Tren perceraian tetap menunjukkan pola konsisten, semakin tahun semakin banyak pasangan yang mengajukan gugatan cerai. (kompas.id 07/11/2025).
Perceraian merupakan suatu hal yang sudah sangat lumrah dilakukan sekarang ini, bukan hanya pada pernikahan yang berumur lama, namun perceraian juga hinggap pada pernikahan baru bahkan oleh pasangan muda. Jika mendalami kasus ini, kita akan menemukan beberapa faktor penyebab terjadinya hal tersebut, dan tentu di antaranya termasuk dalam faktor sosial dan ekonomi. Misal, kasus ketidakharmonisan, kemiskinan, KDRT, kasus judi online, dan lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat terhadap pernikahan sangat lemah. Mereka yang memutuskan untuk menikah—terlebih pernikahan dini—belum paham mengenai hal apa saja terkait kewajiban bagi setiap pasangan dalam rumah tangga serta belum tuntas dengan tingkat kestabilan emosi, sehingga mudah memicu berbagai konflik yang pada akhirnya bermuara pada perceraian.
Namun, semua itu tentu hanya masalah cabang, sebab akar masalahnya adalah diterapkannya sistem kapitalistik beserta turunannya, yakni liberalisme, sekularisme. Sistem hidup dalam kapitalisme menjadikan materi sebagai tolok ukur kebahagiaan. Sekularisme meniadakan peran agama dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam keluarga dan menjauhkan motivasi ibadah dalam keluarga.
Bahkan dalam ekonomi kapitalis, muncul kesenjangan antara yang kaya dan miskin, semua kebutuhan dibisniskan, keluarga disodorkan dengan kebutuhan pokok yang tinggi, pendidikan dan kesehatan yang semakin mahal. Tak heran jika para pasangan kerap kali mengalami tekanan apalagi jika perekonomiannya belum stabil. Selain itu liberalisme juga menjadi alasan perceraian terus meningkat, sebab dalam sistem ini aturan pergaulan antara laki-laki dan perempuan dibiarkan bebas tanpa batasan. Wanita tidak menutup aurat dan laki-laki tidak menjaga pandangan. Terlebih dengan menjamurnya media sosial menyebabkan peluang berselingkuh makin terbuka lebar.
Inilah sejatinya penyebab utama dari tingginya kasus perceraian, sistem kapitalis telah gagal memberikan kesejahteraan. Justru sistem ini malah melahirkan banyak kesulitan dalam keluarga. Oleh karena itu, penguatan ketahanan keluarga tidak akan bisa terwujud selama akar masalahnya, yakni sekularisme kapitalisme, tidak disingkirkan. Hanya sistem Islam yang datang dari Allah yang akan mampu mengatasi makin meningkatnya kasus perceraian.
Sistem Islam berbeda dengan kapitalisme. Khilafah Islam adalah sebuah konsep pemerintahan yang didasarkan pada akidah Islam. Seluruh aspek bermasyarakat dan bernegara diatur dengan syariat Islam. Penerapan Islam oleh negara tidak hanya mewujudkan kesejahteraan rakyat, tetapi juga ketenteraman hidup setiap warganya. Khilafah berkewajiban memastikan setiap individu, keluarga, dan masyarakat bisa memenuhi tanggung jawabnya memenuhi kesejahteraan. Negara memastikan setiap anggota keluarga mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik.
Pelaksanaan aturan Islam secara kaffah oleh negara akan menjamin kesejahteraan ibu dan anak-anaknya, baik dari aspek keamanan, ketenteraman, kebahagiaan hidup, dan kemakmuran. Dengan penerapan hukum Islam, kemuliaan para ibu sebagai pilar keluarga dan masyarakat akan terjaga sehingga mereka mampu mengoptimalkan berbagai perannya, baik sebagai individu, istri, ibu, maupun anggota masyarakat.
Terkait dengan kebutuhan pokok berupa jasa, seperti keamanan, kesehatan, dan pendidikan, pemenuhannya mutlak sebagai tanggung jawab negara. Hal ini karena pemenuhan terhadap ketiganya termasuk pelayanan umum dan kemaslahatan hidup terpenting. Negara berkewajiban mewujudkan pemenuhannya bagi seluruh rakyat dan seluruh biaya yang diperlukan ditanggung baitul mal. Tak hanya itu, demi menjaga keamanan keluarga, islam juga menjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan serta memberikan sanksi bagi individu yang melakukan pelanggaran syariat sehingga tingkat perceraian tidak akan tinggi bahkan mungkin tidak ada.
Telah sangat jelas bahwa sakinah, kebahagiaan, dan kesejahteraan, hanya bisa diraih dalam keluarga yang menerapkan aturan Islam. Semua itu akan terwujud hanya jika Khilafah tegak di muka bumi ini. Hanya Khilafah yang mampu menjamin terwujudnya ketahanan keluarga. Islam dengan hukum-hukum syariat yang diterapkan oleh Khilafah mampu memosisikan umatnya, baik laki-laki maupun perempuan, dewasa atau anak-anak, pada posisi yang mulia dan terhormat. Wallahua’lam bishowwab.










