Penerapan PSSB Kota Palembang Harusnya Libatkan RT/RW, Dinilai Hanya Formalitas

* Rompi Pelanggar PSBB juga Dinilai Tak Bermanfaat

Securitynews.co.id, PALEMBANG- Sejumlah daerah telah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk percepatan antisipasi penyebaran dan penanganan virus Covid-19. Terkhususnya di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.

Namun apakah penerapan PSBB di Kota Palembang sudah maksimal untuk mencapai tujuan menangani Covid-19?

Terkait hal tersebut membuat Rudianto Widodo selaku Presiden Mahasiswa UIN Raden Fatah 2019 yang juga Ketua Umum Forsuma (Forum Suara Mahasiswa) Sumsel angkat bicara.

Widodo menuturkan, Pemerintah Kota Palembang perlu mengevaluasi penerapan PSBB termasuk memaksimalkan pengalokasian anggaran harus tepat dengan fungsi dan tujuan untuk memberantas Covid-19 di Kota Palembang. Serta mempertimbangkan pentingnya deteksi dini Covid-19 dengan tes swab masif dan karantina wilayah secara ketat.

Pemuda kelahiran Palembang itu juga menambahkan, kebijakan Penerapan PSBB ternilai bohong dan sia-sia tanpa adanya Karantina Wilayah secara ketat yang disertakan Deteksi Covid-19 dengan test swab secara masif. ”Ketika hal itu tidak dilaksanakan dalam penerapan PSBB di Kota Palembang, maka upaya Pemerintah Kota ternilai hanya sebagai formalitas saja. Pemerintah harus lebih gencar lagi melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat agar menerapkan PSBB atau setiap kebijakan lainnya. Bisa melibatkan RT/RW yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Pemerintah Kota juga harus mempertimbangkan dalam memaksimalkan pengalokasian anggaran Penanganan Covid-19 dan jangan mengeluarkan anggaran untuk suatu hal yang dianggap pemborosan dan tidak terlalu penting, misalnya Rompi Pelanggar PSBB. Rompi itu fungsinya apa? Apakah untuk membuat malu Pelanggar PSBB? tentu itu sangat tidak dibenarkan. Jikalau Rompi itu dicetak dengan jumlah yang banyak, maka itu akan tercipta pemborosan anggaran. Sebaliknya kalau Rompi itu dicetak dengan jumlah yang sedikit, maka itu justru rentan membuat percepatan penularan penyakit terutama Covid-19, karena Rompi tersebut akan dipakai secara bergantian dari badan satu ke badan yang lainnya. Saat Palembang sudah tidak PSBB lagi, rompi itu akan dikemanakan, diapakan, dan fungsinya apa. Lalu mana nilai manfaat dari Rompi itu?” tegas Pemuda yang biasa disapa Dodo itu.

Sekelas Walikota Palembang harus cerdas, tanggap dan serius dalam memberi kebijakan solusi menangani Covid-19 di Kota Palembang. Walikota harus lebih welcome dan terbuka terhadap semua unsur masyarakat di Kota Palembang, saran dan masukan dari publik mohon dengarkan. Analisis dan telaah, lalu diterima kalau itu dinilai baik untuk membantu percepatan penanganan Covid-19. Jangan sampai Walikota bertikai dengan pola pikirnya sendiri dan menutup ruang aspirasi dari publik. Pemerintah jangan menutup telinga untuk jeritan masyarakat di bawah, lalu membuka telinga yang besar untuk masukan dari Pemprov ataupun Pusat yang belum tentu mereka itu paham dengan kondisi Kota Palembang saat ini. Jangan hanya ikut memeriahkan Khazanah Viralisasi dari Pemerintah Provinsi dan Pusat, contohnya ketika Presiden melontarkan kebijakan ‘New Normal’, lalu langsung disambut oleh Gubernur, lalu Walikota langsung mengiyakan tanpa mempertimbangkan segala hal nya. Itu sangat bahaya dan miris sekali. Penanganan Covid-19 ini sangat sensitif, salah langkah akan menjadi fatal,” pungkasnya.

Mengingat Kota Palembang sudah menduduki peringkat pertama dan terbanyak dalam penyebaran Covid-19 di Sumatera Selatan. Kami minta kepada Walikota selaku orang nomor 1 di Kota Pempek, jangan galak jadi buntut, uji wong pocok A laju langsung A, pertimbangke dulu, kasih solusi dan langkah strategis dalam penanganan Covid-19. Kalau dak mampu untuk menentukan arah yang tepat, segera undang ajak tuker pikiran berbagai unsur, mulai dari Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, OKP, sampai Mahasiswa hingga Ketua RT,” tutup Presma UIN 2019 sekaligus juga Ketua Forsuma Sumsel.

Laporan : Akip
Editor/Posting : Imam Ghazali