Pembabatan Hutan Menimbulkan Bencana Alam

Oleh: Qomariah (Aktivis Muslimah)

Hancurnya hutan di tanah air disebabkan oleh kebijakan negara yang menyimpang dari tuntunan syariat Islam, dan bencana yang hari ini menimpa penduduk Sumatera Bukan semata karena fenomena alam, tetapi merupakan buah kebijakan kapitalistik yang keji.

Adapun, data korban meninggal dunia akibat bencana banjir dan longsor di Sumatera persenin (1/12/2025) petang menjadi 604 orang. Kepala pusat data, informasi, dan komunikasi kebencanaan BNPB Abdul muhhari menyampaikan jumlah korban yang ditampilkan merupakan data terbaru.

Berikut ini data korban bencana Sumatera. yakni; Aceh, Sumatera Utara (Sumut), hingga Sumatera Barat (Sumbar) per pukul 17.00 WIB, CNBCIndonesia.com Senin. (1/12/2025);

Korban jiwa: 604 orang.

Korban hilang 464 orang.

Korban luka: 2.600 orang.

Warga terdampak: 1,5 juta orang.

Jumlah pengungsi: 570 ribu orang.

Bencana di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, diperkirakan korban meninggal mencapai lebih dari 600 jiwa, ratusan korban lainnya masih dalam pencarian. Banjir juga menenggelamkan sejumlah desa serta menghancurkan kawasan pemukiman dan berbagai infrastruktur di tiga provinsi tersebut.

Banjir bandang ini juga melanda sejumlah negara Asia lainnya, akan tetapi sejauh ini negara Indonesia merupakan negara dengan korban jiwa yang terbanyak.

Adapun di berbagai daerah, yang dilanda banjir besar disebabkan oleh hujan ekstrim. Pemicunya adalah siklon tropis senyawa dan koto yang terjadi di selat Malaka. Akibatnya, sejumlah kawasan terdampak curah hujan yang sangat tinggi. Menurut BMKG siklon ini berlangsung pada tanggal (26/11/2025) selama 48 jam.

BMKG menyebut kemunculan dua siklon tersebut sebagai kejadian”pertama dalam sejarah.”ia tumbuh di selat Malaka. Wilayah ini sebelumnya diyakini mustahil menjadi lokasi pembentukan siklon karena terlalu dekat garis ekuator, akan tetapi, curah hujan ekstrim ini berubah menjadi bencana banjir.

Bahkan di kawasan tersebut jutaan area hutan, sebagai penahan curah hujan sudah hilang. Banyak pihak menduga deforestasi alias pembabatan hutan yang masif menjadi penyebab utama bencana di tiga provinsi tersebut.

Banjir bandang ini, juga melanda sejumlah negara lain di Asia, maupun di setiap daerah-daerah, namun sejauh ini di pulau Sumatera merupakan dengan korban jiwa terbanyak.

Pemicu banjir besar ini, disebabkan oleh hujan ekstrim, yaitu siklon tropis senyar dan koto yang terjadi di selat Malaka. Akibatnya, sejumlah kawasan terdampak curah hujan yang sangat tinggi. Bahkan BMKG menyebutkan kemunculan dua siklon tersebut sebagai kejadian”pertama dalam sejarah.”iya tumbuh di selat Malaka.

Adapun curah hujan ekstrem ini berubah menjadi bencana banjir di kawasan tersebut, karena jutaan area hutan sebagai penahan curah hujan sudah hilang, sebab banyak pihak menduga deforestasi alias pembabatan hutan yang masif, menjadi penyebab utama bencana di tiga provinsi tersebut.

WALHI mencatat ada lebih dari 600 perusahaan di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat yang kegiatan eksploitasi SDA-nya memperparah kerapuhan infrastruktur ekologis. Hanyutnya ribuan batang pohon yang terbawa banjir menjadi bukti kuat aksi pembabatan liar berjalan di kawasan Sumatera.

Musibah banjir yang menimpa Sumatera dan sekitarnya, memperlihatkan ketidaksiapan negara dalam mitigasi bencana alam. Padahal delapan hari sebelum bencana, BMKG sudah melaporkan bahwa akan terjadi hujan ekstrem dengan curah tinggi.

Bahkan sampai hari ini bencana di tiga provinsi di Sumatera masih tidak dinyatakan sebagai bencana nasional, juga pada awal kejadian bencana, pihak BNPB menyatakan tragedi banjir itu hanya mencekam di medsos. Bahkan mayat masih banyak bergeletakan atau terkubur lumpur, longsoran, bangunan dan gelondongan kayu.

Sebagian warga yang kelaparan terpaksa menjarah toko. Hancurnya hutan di tanah air, disebabkan oleh kebijakan negara kapitalistik yang keji. Serta menyimpang dari tuntunan Syariah Islam. Dengan adanya  negara mengobral banyak kawasan tersebut kepada swasta. baik untuk pertambangan, penebangan, dan pembukaan lahan perkebunan sawit. Negara juga lemah, dalam mengawasi kegiatan penambangan ilegal dan pembalakan liar, bukan saja dilakukan oleh swasta, tetapi juga dimiliki oleh oknum aparat pejabat.

Berbeda dengan sistem Islam, bahwa kawasan tambang dan hutan adalah milik umum yang haram dikuasai oleh swasta maupun individu. Bahwa dalam hal ini, negara adalah pengelola pertambangan dan hutan adalah milik rakyat, bukan menjadi hak milik pribadi ataupun korporasi.

Rasulullah SAW bersabda; “kaum muslim berserikat dalam tiga hal; air, rumput dan api.” (HR. Ibnu Majah).

Bahkan, Syariah Islam membolehkan pembukaan berbagai jenis tambang yang dikelola oleh negara. Seperti; minerba dan migas.

Islam juga mengatur kebolehan pengelolaan hasil hutan untuk kemaslahatan rakyat. misalnya; memenuhi kebutuhan kertas, dll.

Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain. Siapa saja yang membahayakan orang lain, niscaya Allah akan menimpakan bahaya kepada dirinya, siapa saja yang mempersulit orang lain, niscaya Allah akan mempersulit dirinya. (HR.al-Baihaqi, al-Hakim dan ad-Daruquthni).

Bahwa Islam juga mengharamkan dharar (bahaya) yang menimpa masyarakat. Karena penambangan dan pembabatan hutan secara ugal-ugalan. adalah; tindakan haram yang sepatutnya dicegah.

Dalam sistem Islam (Khilafah), juga akan melakukan pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan tuntunan syari’ah Islam, atas dasar dorongan iman dan takwa, bukan berdasarkan kebijakan kapitalistik yang semata-mata demi mengeruk keuntungan, oleh karena itu setiap umat wajib beralih pada kebijakan yang sesuai dengan tuntunan syari’ah Islam, oleh negara secara Kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Insya Allah. Wallahu a’lam bishawwab.