Oleh : Eci Anggraini, Pendidik Palembang
Setidaknya 20 orang, termasuk lima jurnalis yang bekerja di media internasional, tewas terbunuh dalam serangan ganda Israel di Rumah Sakit Nasser yang berlokasi di Khan Younis, Gaza bagian selatan—wilayah yang dikuasai oleh Hamas menurut Kementeran Kesehatan.Para jurnalis tersebut bekerja untuk kantor berita internasional seperti Associated Press, Reuters, Al Jazeera, dan Middle East Eye, seperti dikonfirmasi oleh media-media tersebut.
Empat petugas medis juga tewas dalam serangan ini, menurut kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Video yang merekam serangan menunjukkan serangan kedua dari Israel menyasar tim penyelamat yang tiba di rumah sakit yang menjadi dari serangan pertama.Kematian lima jurnalis ini menambah daftar panjang jumlah jurnalis yang tewas di Gaza sejak perang dimulai pada Oktober 2023, mencapai sekitar 200 orang.Badan terkemuka yang mengedepankan kebebasan pers, Committee to Protect Journalists (CPJ), mencatat konflik di Gaza adalah yang paling mematikan bagi jurnalis.( BBC News, Selasa, 26/09/2025).
Jika dunia menyaksikan bahwa genosida yang terjadi di Gaza dan Palestina adalah masalah kemanusiaan, bagi kaum muslim tidak demikian. Ini bukanlah urusan kemanusiaan atau pengusiran tanah kelahiran semata, tetapi pembersihan warga muslim di Palestina.
Zion*s tampaknya tidak puas jika sehari saja tidak membunuh warga sipil dan anak-anak. Mereka tidak lagi menyasar kamp-kamp militer, tetapi membunuhi anak-anak, perempuan, kaum renta, tenaga kesehatan, jurnalis, dan relawan kemanusiaan. Mereka tidak peduli kutukan atau kecaman dunia. Meski seluruh dunia menghujat, Zion*s bergeming. Mereka sangat percaya diri meski dinobatkan sebagai penjahat perang dan teroris. Ini karena di belakang mereka ada AS yang siap pasang badan untuk membela dan melindunginya. Terbukti, dalam pemungutan suara yang digelar pada Rabu (4-6-2025), AS memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera di Jalur Gaza dan dibukanya akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan di wilayah tersebut.
Meski masyarakat terus bergerak dan menunjukkan pembelaan, penguasa dunia tetap diam, bahkan penguasa negeri muslim masih terus bergandengan tangan dengan penjajah Zion*s. Tanpa rasa malu dan bersalah, mereka menjaga jarak dan perbatasan demi mengamankan kepentingannya bersama AS. Sekat-sekat nasionalisme telah meruntuhkan ikatan akidah Islam di antara penguasa muslim. Palestina dibiarkan berjuang sendiri, mati dalam kelaparan, dibombardir tanpa bantuan tentara militer negeri-negeri muslim.
Betapa pahitnya nasib kaum muslim. Gelar sebagai umat terbaik seakan tercerabut sedalam-dalamnya akibat sekat imajiner bernama nasionalisme. Para penguasa muslim itu harusnya malu melihat masyarakat nonmuslim yang rela menempuh perjalanan panjang demi ingin membuka blokade Zion*s. Namun, nyatanya mereka justru berkhianat dan menjadi duri dalam daging umat. Kuatnya cinta pada kedudukan dan kekuasaan membuat para penguasa negeri muslim buta mata dan hatinya serta lalai akan hubungan persaudaraan iman. Penyakit wahn telah bersarang dalam tubuh penguasa negeri muslim.
Persoalan Palestina adalah persoalan seluruh umat Islam sedunia. Bangkit dan hancurnya Palestina merupakan tanggung jawab kita bersama dalam menanggung beban tersebut. Melalaikan Palestina sama halnya melalaikan tugas dalam menjaga kesucian Al-Aqsa. Mendiamkan Zion*s dan berpangku tangan atas pembantaian dan penjajahan yang menimpa saudara kita adalah pengkhianatan yang teramat berat hisabnya. Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan kaum muslim dalam urusan kasih sayang dan tolong-menolong bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh merasa sakit, menjalarlah penderitaan itu ke seluruh badan hingga tidak dapat tidur dan (merasa) panas.” (HR Bukhari Muslim).
Jadi, urusan Palestina harus terselesaikan di tangan kaum muslim sendiri, yakni bersatunya umat dalam satu kepemimpinan sahih yang akan menggerakkan tentara militer untuk menyerukan jihad hingga Palestina kembali ke pangkuan kekuasaan Islam. Aktivitas ini hanya bisa dilakukan oleh seorang khalifah (kepala negara Islam) dalam institusi negara Khilafah. Bukan perintah penguasa negara bangsa yang hanya bisa mengecam, berdiplomasi sambil basa basi tanpa memberi solusi pasti. Umat juga tidak perlu berharap pada PBB atau lembaga perdamaian sejenis karena sejatinya mereka hanyalah pion bagi AS dan sekutunya.
Umat harus memahami persoalan Palestina bukan sekadar urusan kemanusiaan dan krisis kelaparan. Lebih dari itu, ini adalah urusan kaum muslim dan terpecah belahnya umat di bawah bendera nation state yang dibuat oleh penjajah Barat. Yang dibutuhkan Palestina adalah pengiriman bala militer untuk mengusir penjajah Zion*s karena bangsa laknat tersebut hanya bisa ditundukkan dengan bahasa perang melalui jihad fi sabilillah.
Jika kita mencermati semua ini, tidak ada kalimat yang tepat selain, “Umat harus sadar!” Saudara muslim kita di Gaza adalah bagaikan satu tubuh dengan kita. Tidak pantas kaum muslim egois, apalagi memilih menjunjung tinggi nasionalisme dan merasa bahwa Gaza bukan urusan kita. Allah Taala berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS Al-Hujurat [49]: 10).
Rasulullah SAW juga telah banyak menekankan persaudaraan umat Islam, di antaranya di dalam hadits.
اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضاً
“Orang mukmin dengan mukmin lain bagaikan bangunan. Masing‑masing saling menguatkan satu sama lain.” (HR Bukhari dan Muslim).
Juga hadits,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR Bukhari dan Muslim).
Gaza adalah bukti telanjang atas kegagalan nasionalisme dan sistem negara bangsa (nation state). Nasib miris Gaza juga menunjukkan betapa lemahnya Dunia Islam saat ini, padahal jumlah umat Islam mencapai lebih dari 1,8 miliar jiwa. Selama ini Gaza berjuang sendiri, bahkan pemberitaan perihal Gaza agar dunia tidak melupakannya kini tengah dibungkam. Namun sungguh, Gaza sangatlah istimewa. Peristiwa penembakan jurnalis tidak akan memadamkan perjuangan rakyat Gaza.
Pada saat yang sama, kaum muslim harus bersatu dan wajib menolong rakyat Gaza. Hendaklah kaum muslim dari seluruh dunia terus-menerus mengobarkan perjuangan rakyat Gaza hingga tanah mereka terbebas seutuhnya dari cengkeraman Zion*s. Kaum muslim tidak boleh berhenti untuk “berisik” membela Gaza agar menjadi kesadaran umum (wa’yul ‘am) dan opini umum (ra’yul ‘am) di seluruh dunia. Allah Taala berfirman: وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ
“Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama maka kalian wajib menolong mereka.” (QS Al-Anfal [8]: 72).
Wilayah Palestina pertama kali dibebaskan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab RA. Kemudian Palestina dibebaskan untuk yang kedua kalinya oleh Shalahuddin al-Ayyubi. Sepanjang sejarah, Palestina tetap berada dalam kesatuan wilayah Khilafah hingga tetes darah penghabisan pada masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid II yang melindunginya dari segala upaya busuk Zion*s yang ingin menguasainya. Jelas, kemuliaan Palestina hanya akan kembali terwujud dengan tegaknya Khilafah.
Inilah janji Allah Taala yang senantiasa kita nantikan, sebagaimana di dalam ayat,
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS An-Nur [24]: 55).
Oleh sebab itu, hendaklah kita berpegang teguh pada metode dakwah Rasulullah SAW juga mencontoh khulafaurasyidin dan khulafa sepanjang peradaban Islam yang mulia. Kemuliaan itu hanya akan diraih dengan tegaknya Islam kafah melalui institusi Khilafah. Perjuangan menuju tegaknya Khilafah membutuhkan kepemimpinan sebuah jemaah dakwah Islam ideologis yang tulus mengajak umat untuk berjuang.
Jemaah dakwah Islam ideologis tersebut tulus memperjuangkan tegaknya syariat Islam kafah sebagaimana kutlah (kelompok) dakwah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW saat menapaki aktivitas dakwah di Makkah hingga tegaknya Daulah Islam yang pertama di Madinah. Rasulullah SAW menempuh tiga tahapan (marhalah) dakwah, yaitu pembinaan (tatsqif), interaksi dengan umat (tafa’ul ma’al ummah), dan pengambilalihan kekuasaan (tathbiq al-ahkam).
Jemaah dakwah tersebut berdiri di atas pemikiran (fikrah) yang jelas, jernih, murni, dan cemerlang. Jemaah tersebut mengetahui, memahami, dan siap menerapkan metode (thariqah) bagi fikrahnya. Jemaah itu juga bertumpu pada orang-orang yang sepenuhnya sadar serta memiliki kesadaran dan niat yang benar. Mereka adalah orang-orang yang tidak sekadar berbekal keinginan dan semangat, tapi juga akidah serta pemikiran yang kuat dan sahih. Mereka juga memiliki ikatan yang benar satu sama lainnya yang jauh dari ikatan kemanfaatan, materi, apalagi kepentingan sesaat. Jelas, aktivitas dakwah bersama jemaah dakwah Islam ideologis ini menjadi kebutuhan penting bagi umat Islam seluruhnya. Allah Taala berfirman:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran [3]: 104).
Perjuangan para jurnalis yang terus berada di garis depan memberitakan nasib saudara muslim kita di Gaza dan Palestina pada umumnya hendaknya menjadi motivasi besar bagi kita untuk berkontribusi menuju pembebasan hakiki bagi mereka. Jangan ragu untuk meneladan as-sayyidusy syuhada (penghulu para syuhada), sebagaimana sabda Rasulullah SAW di dalam hadits,
سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ ، وَرَجُلٌ قَالَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ
“Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan orang yang melawan penguasa kejam, ia melarang dan memerintah, tetapi akhirnya ia mati terbunuh.” (HR Ath-Thabrani).
Juga hadis dari Abu Sa’id al-Khudri ra.,
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
“Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR Abu Daud). Wallahualam bissawab.