Mutilasi Buah dari Demokrasi Sekuler

Oleh: Desi Purmai (Aktivis Muslimah)

Ada temuan puluhan bagian tubuh di Mojokerto, setelah diidentifikasi ternyata milik seorang wanita muda. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ada ratusan potong potongan bagian tubuh yang disimpan di kamar kosnya di Surabaya. Pelakunya adalah pacarnya sendiri karena alasan kesal tidak dibukakan pintu kos dan juga kesal karena tuntutan ekonomi dari korban.

Kisah mutilasi seorang gadis menyisakan catatan fakta tren kehidupan bebas generasi muda. yaitu, living together atau kohabitasi atau kumpul kebo.Tinggal bersama pasangan tanpa ikatan pernikahan atau kohabitasi makin banyak dipilih oleh generasi muda saat ini.

Alasannya pun beragam, mulai dari ingin lebih mengenal pasangan sebelum melangkah ke jenjang yang lebih serius, sampai pertimbangan praktis seperti efisiensi biaya hidup.

Psikolog Virginia Hanny: menyatakan Ada tiga hal yang bisa jadi pertimbangan oleh pasangan sebelum memutuskan kohabitasi;

Pertama, tinggal bersama ini merupakan kemauan dari kedua belah pihak tanpa adanya paksaan sama sekali.

Kedua, Menentukan lokasi tinggal (berkaitan dengan biaya hidup, sewa, listrik, dll.).

Ketiga, mengetahui apa tujuan dari tinggal bersama dan menentukan batasan yang jelas.

Inilah buah dari Demokrasi liberalisasi membuka peluang besar dalam kemaksiatan, sehingga melanggengakan proyek barat, dalam menghancurkan masa depan para pemuda.

Pemuda yang harusnya menjadi garda terdepan  untuk sebuah kebangkitan, namun faktanya generasi hari ini hanya di sibukkan dengan aktivitas yang jauh dari kebangkitan.

Kenapa Ini Bisa Terjadi?

Tentu ini berkaitan erat dengan sistem hari ini. yaitu, menjauhkan  kehidupan dan negara dari agama, sebab agama hanya sebagai aktivitas kegamaaan saja, serta hanya sibuk dalam hal pemenuhan terkait dengan ghoriza tanpa melihat apakah halal dan haram.

Sebenarnya semua problematika hari ini bukan hanya dalam kasus perzinaan saja, namun masih banyak lagi, semua ini terjadi karena mencampakkan hukum-hukum Allah SWT dan berkiblat  kepada hukum manusia, tentu saja tidak akan menemukan solusi melainkan akan membuat permasalahan yang baru.

Sedangkan Solusi di dalam sistem Islam, semua aktivitas standar kebenaran dalam suatu perbuatan adalah halal dan haram.

Termasuk dalam hal pergaulan, tidak boleh menimbulkan kemudhorotan  atau kemaksiatan.

Pertama, menjalankan ketentuan Syariah Islam untuk pencegahan zina, baik yang berupa berbagai kewajiban syariah, misalnya kewajiban berbusana muslimah secara sempurna, maupun yang berupa berbagai larangan syariah, misalnya larangan untuk pacaran, larangan untuk berkhalwat, dan ber-ikhtilath.

Kedua,  menjalankan penindakan terhadap zina, dengan menjalankan sanksi pidana syariah (al-’uqūbāt al-shar’iyyah) kepada wanita yang berzina, termasuk juga kepada laki-laki yang berzina.

Termasuk tentang pembunuhan, bahwa Pembunuhan, adalah suatu Dosa Besar! Islam dengan tegas melarang tindakan membunuh manusia tanpa alasan yang dibenarkan. Allah Swt. berfirman, “Janganlah kalian membunuh jiwa manusia yang telah Allah haramkan (untuk dibunuh), kecuali dengan alasan yang benar.” (QS Al-Isra’ [17]: 33).

Islam memberikan perhargaan yang sangat tinggi terhadap jiwa manusia. Oleh karena itu, Islam memandang pembunuhan satu jiwa manusia tanpa hak, sama dengan membunuh seluruh manusia. Allah Swt. berfirman, “Siapa saja yang membunuh satu jiwa, bukan karena ia membunuh jiwa yang lain atau bukan karena ia melakukan kerusakan di bumi, maka seakan-akan ia membunuh semua manusia.” (QS Al-Maidah [5]: 32).

Bahkan dalam Islam, jangankan membunuh, sekadar menakut-nakuti orang lain saja yang dapat membahayakan jiwanya, juga dilarang. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim lainnya.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Oleh karena itu, dalam Islam kasus pembunuhan seorang manusia bukanlah perkara sepele. Rasulullah saw. bersabda, “Hilangnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan dengan terbunuhnya seorang muslim.” (HR An-Nasa’i, at-Tirmidzi dan Ahmad).

Oleh karena itu pula, pelaku pembunuhan diancam dengan azab yang keras di Neraka Jahanam. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah Neraka Jahanam, ia kekal di dalamnya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Keseluruhan dalil ini menunjukkan bahwa nyawa seorang muslim sangat berharga dalam Islam. Islam melarang keras pembunuhan tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat. Islam menjadikan tindakan pembunuhan sebagai salah satu dosa besar.

Berdasarkan ketentuan hukum Islam, pelaku pembunuhan wajib dikenai hukum kisas, yakni hukuman balasan yang setimpal. Oleh karena itu, pembunuh wajib dibunuh lagi (dihukum mati). Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan atas kalian hukum kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (QS Al-Baqarah [2]: 178).

Salah satu hikmah dari pemberlakukan hukum kisas dijelaskan dalam ayat berikutnya, “Dalam hukum kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagi kalian, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 179).

Di dalam Al-Qur’an juga dinyatakan, “Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Namun, siapa saja yang membebaskan (memaafkan), maka itu menjadi penebus dosa bagi dirinya. Siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum Allah, mereka adalah kaum yang zalim.” (QS Al-Maidah [5]: 45).

Imam Ibnu Qudamah, di dalam Kitab Al-Mughni, menyatakan bahwa para ulama telah bersepakat bahwa hukum kisas ditetapkan dalam kasus pembunuhan disengaja jika ahli waris korban menghendakinya dan tidak ada kesepakatan damai (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 9/331).

Imam Asy-Syafi’i, dalam Kitab Al-Umm, juga menyatakan bahwa jika terjadi pembunuhan dengan sengaja, wajib diberlakukan hukum kisas atas pelakunya kapan saja ahli waris korban menuntut, kecuali jika mereka berdamai dengan diat atau memaafkan (Asy-Safi’i, Al-Umm, 6/92).

Imam Ibnu Hazm juga menyebutkan para ulama telah bersepakat bahwa hukum kisas wajib diberlakukan dalam kasus jiwa dibalas dengan jiwa (Ibnu Hazm, Marâtib al-Ijmâ’, hlmn. 152).

Di dalam sistem Islam, aparat keamanan wajib untuk melindungi dan mengayomi masyarakat. Allah Swt. berfirman, “Tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketakwaan, jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS Al-Maidah [5]: 2).

Berdasarkan ayat ini, siapa pun, apalagi penguasa, termasuk aparat keamanan, berkewajiban menjaga keamanan dan membantu masyarakat dalam kebaikan, seperti melindungi hak-hak mereka dan mencegah pelanggaran.

Rasulullah SAW juga bersabda, “Seorang pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Berkaitan dengan itu, Imam Al-Mawardi, dalam Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, menjelaskan bahwa di antara kewajiban terpenting seorang pemimpin (kepala negara) adalah mengangkat para pejabat yang bertugas mengurus urusan rakyat dan menjaga hak-hak mereka. (Al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 52).

Imam an-Nawawi, dalam Rawdhah ath-Thâlibîn, juga menjelaskan bahwa wajib bagi pemimpin untuk melindungi masyarakat, membela mereka serta menjaga harta dan hak-hak mereka. (An-Nawawi, Rawdhah ath-Thâlibîn, 10/75).

Ibnu Khaldun, dalam Muqaddimah, juga menekankan pentingnya fungsi keamanan dalam pemerintahan. Ia menyatakan bahwa menjaga ketertiban dan keamanan adalah salah satu tujuan terbesar dari kekuasaan (Ibnu Khaldun, Muqaddimah, hlm. 275).

Alhasil, tugas dan kewajiban negara, termasuk aparat keamanan, untuk melindungi dan mengayomi masyarakat didasarkan pada prinsip Islam yang menekankan pentingnya menjaga hak, keamanan, dan ketenteraman masyarakat. Semua itu merupakan bagian integral dari tugas pemerintahan Islam (Khilafah Islam).

Dalam hal ini  negara yang berfungsi dan bersikap  tegas untuk memberi sanksi atas perbuatan yang telah di lakukan dan menjadikan hukum islam sebagai tolak ukur suatu perbuatan baik secara individu, masyarakat maupun dalam tatanan negara. Insya Allah. Wallahu a’lam bishawwab.

mgid.com, 522927, DIRECT, d4c29acad76ce94f google.com, pub-2441454515104767, DIRECT, f08c47fec0942fa0