Securitynews.co.id, PALEMBANG – Puluhan purnawirawan TNI dan pensiunan PNS mendatangi Markas Polisi Militer (Denpom) II/Sriwijaya, Selasa (30/4/2025), untuk melaporkan dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oknum panitia pelaksana Program Tanah Kavling Kodam II/Sriwijaya. Laporan ini tercatat dalam surat pengaduan dengan nomor: STTLP/17/IV/2024.
Program tanah kavling tersebut dilaksanakan sejak 2001 hingga 2004, berdasarkan Surat Edaran Pangdam II/Sriwijaya. Tujuan program ini adalah untuk mensejahterakan masa tua prajurit dan PNS melalui kepemilikan tanah kavling di wilayah Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin. Pembayaran dilakukan secara cicilan melalui pemotongan gaji selama tiga tahun.
Namun, hingga lebih dari dua dekade berlalu, hak para prajurit dan pensiunan itu belum juga terpenuhi. Mereka tidak pernah menerima sertifikat maupun penguasaan atas tanah yang dijanjikan.
“Benar, kami melaporkan dugaan penipuan dan penggelapan yang dilakukan Mayor Purn Czi Kusmanto, mantan Wakazidam, bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam panitia pengadaan tanah kavling Kodam,” ujar kuasa hukum korban, Aliyul Hidayat, SH, didampingi Ade Satriansyah, SH, dan Tamsil, SH, dari Kantor Hukum Aliyul Hidayat & Rekan.
Laporan ini diajukan bersama Hikmi Wahyudi, SH, dan Akbar Sigit, SH, yang mewakili puluhan korban, di antaranya Mora Ferlien (55), warga Komplek Garuda Putra, Palembang.
Menurut Aliyul, tanah kavling yang ditawarkan berada di wilayah Pematang Lebong, Kecamatan Sukarame. Kliennya yang tergiur program tersebut membayar dengan skema cicilan dan juga ada yang secara tunai, namun hingga kini tanah tidak kunjung diserahkan.
“Dulu Kodam menyebarkan surat edaran ke seluruh kesatuan. Ini membuat para prajurit percaya. Tapi sampai tahun 2025, sebagian besar belum menerima haknya,” jelasnya.
Masalah makin pelik saat pada 2013 terjadi klaim dari pihak lain terhadap tanah tersebut. Dalam pertemuan yang dihadiri pihak kelurahan dan ahli waris, Kodam menyatakan bahwa tanah yang dimaksud ternyata bukan milik mereka karena salah letak. Padahal, sebelumnya Kodam memenangkan gugatan hingga tingkat kasasi Mahkamah Agung yang menyatakan tanah itu milik Kodam dan diperuntukkan bagi prajurit.
Tahun 2019, Kodam mengumumkan data nama pemilik tanah kavling, namun banyak korban tidak tercantum karena mereka membeli langsung secara tunai kepada oknum panitia.
“Klien kami melakukan cicilan antara 2001–2004, bahkan ada yang membayar tunai. Ukuran tanah bervariasi, mulai 200 hingga 400 meter persegi. Total ada 364 korban, dengan luas tanah mencapai 14,5 hektare, dan kerugian mencapai Rp1 miliar,” tegas Aliyul.
Kapten Asril, salah seorang purnawirawan korban program tersebut, mengaku kecewa dan merasa ditelantarkan. “Rumah pun tidak ada. Anak banyak, sampai terlilit utang. Kami sudah kehilangan harapan,” katanya sambil menahan tangis.
Kuasa hukum Tamsil, SH menambahkan, proses hukum kini mulai berjalan setelah pelapor menjalani pemeriksaan awal. “Kami apresiasi keseriusan penyidik Pomdam. Ini langkah awal mencari keadilan dan kepastian hukum bagi para purnawirawan,” ujarnya.
Sementara itu, Kapendam II/Sriwijaya Kolonel Eko Syah Putra menyampaikan bahwa dirinya belum mengetahui secara detail perkara tersebut. “Saya belum bisa berkomentar karena itu bukan bidang yang saya tangani. Kita perlu pelajari dulu data dan kronologi lengkapnya,” kata Eko singkat.
Laporan : Sandy
Posting : Imam Gazali