Oleh: Rustina (Muslimah Peduli Generasi)
Peluncuran program Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah tampaknya belum berjalan mulus, terbukti dari munculnya berbagai keluhan dan dugaan masalah dalam penyediaan makanan bergizi bagi siswa”.
Faktanya keracunan MBG kembali terjadi diberbagai daerah : di Kabupaten Lebong, Bengkulu (427 anak), Lampung Timur (20 anak). Di SMP 3 Berbah Sleman (135 siswa) dll. Sebelumya juga terjadi di Sragen. Hasil uji laboratorium di Sragen ditemukan bahwa sanitasi lingkungan tersebut menjadi permasalahan utama.
Ditambah lagi dengan isu ompreng MBG diduga mengandung minyak babi, benarkah? Wadah makan berbahan stainles steel tipe 201 disebut-sebut tidak aman. Dalam pembuatan ompreng menggunakan minyak babi untuk bahan pelumas,dan untuk menyimpan makanan berisiko melepaskan logam berbahaya dan mudah berkarat.
Masalah ini bermula dari laporan Indonesia Business Post (IBP) yang menemukan 30-40 pabrik produsen ompreng makanan untuk pasar global di China, salah satunya diduga untuk program MBG di Indonesia.
IBP melampirkan foto-foto hasil investigasi yang memperlihatkan para pekerja di Cina sedang memproduksi ompreng dengan label “Program Makan Bergizi Gratis”.Detik.com
MBG dilaksanakan karena merupakan janji kampanye Presiden, untuk mengatasi malnutrisi dan stunting pada anak-anak dan ibu hamil, serta meningkatkan kualitas SDM dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Meski terlihat bermanfaat, program ini tetap menimbulkan pro dan kontra terkait efektivitas serta beban anggaran yang ditimbulkan.
Program Makan Bergizi Gratis menghadapi berbagai tantangan dan resiko dalam penyelenggaraannya. Tantangan dan resiko tersebut meliputi bahan anggaran, potensi penyalahgunaan, ketergantungan, dan tantangan logistik serta keamanan pangan. Dengan estimasi biaya mencapai $28 miliar.
Program ini menimbulkan kekhawatiran mengenai keberlanjutan fiskal dan potensi defisit negara. Sehingga dapat membebani keuangan negara. Selain itu, program ini dapat disalahgunakan dengan cara dijadikan sarana untuk korupsi, dalam pengadaan distribusi makanan. Terakhir, program ini menghadapi tantangan dalam hal kebersihan dan sanitasi, baik dari proses produksi maupun distribusi. Contohnya insiden keracunan makanan di beberapa daerah.
Islam menetapkan negara wajib sebagai raa’in, bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan Rakyat. diantaranya, dengan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat sebagai tanggung jawab negara, dan berbagai mekanisme sesuai dengan syariat, Secara langsung maupun tak langsung. Dengan jaminan kesejahteraan khilafah, disertai edukasi tentang Gizi, maka kasus stunting akan dapat dicegah demikian juga Masalah gizi lainnya.
Pada salah satu hadist Nabi SAW disebutkan, yang artinya “Imam (Khalifah) adalah raa’in (penanggung jawab)” ( HR Bukhari ).
Makna raa’in (Khalifah) adalah sosok yang memiliki tanggung jawab atas rakyatnya.Tidak tenang ketika kondisi rakyatnya serba kekurangan.
Sebagaimana kisah Khalifah Umar bin Khattab yang memanggul sendiri gandum untuk rakyatnya, semata-mata karena berkhidmat atas amanah sebagai penguasa.
Oleh karena itu, cegah kurang gizi hanya mungkin terwujud dengan suasana kehidupan yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Karena seluruh aturannya bersumber dari Alquran dan Hadits.
Maka dari itu kita harus kembali ke sistem Islam yaitu, (khilafah) yang menerapkan hukum- hukum Allah SWT secara kaffah dan menyeluruh sehingga terwujud kehidupan rakyat yang adil, makmur, dan sejahtera, Insya Allah. Wallaa’hu a’lam bi ash-shawaab.