Korupsi Makin Menjadi, Penerapan Islam Kaffah adalah Solusi Hakiki

Oleh : Serlida Fitriananda, S.Pd

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menguak beberapa kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh beberapa para pejabat.

Salah satunya baru-baru ini KPK buka suara terkait dugaan adanya upaya rekaya sistem e-katalag yang dilakukan pejabat daerah dalam pembangunan jalan di Sumatra Utara.

Dalam penyelidikan ini, KPK menetapkan sebanyak lima orang sebagai tersangka imbas operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Mandailing Natal, Sumatra Utara. (Kumparan, 4 Juli 2025).

Diwaktu yang berdekatan, KPK juga tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di salah satu bank pelat merah.

Nilai proyek yang disorot tak tanggung tanggung yakni mencapai Rp 2,1 triliun, berlangsung pada periode 2020 hingga 2024. (Berita Satu, 30 Juni 2025).

Drama Panjang Kasus Korupsi di Indonesia

Korupsi di Indonesia tampaknya tak pernah surut, justru terus menunjukkan peningkatan. Saat publik masih mengingat berbagai skandal besar seperti kasus di Pertamina, Jiwasraya, PT Timah, Asabri, Wilmar Group, ekspor CPO, hingga impor gula, kini muncul lagi kasus baru yang kembali mengguncang.

OTT Mandailing Natal ini membuktikan bahwa korupsi sudah mengakar bahkan hingga sampai ke daerah. Sepertinya ada jaringan besar yang terlibat dibalik dua perkara ini. Sehingga penindakan OTT ini menunjukkan KPK mulai kembali agresif.

Media juga diramaikan dengan mencuatnya kasus korupsi EDC di bank BRI senilai 2,1 T menyusul sejumlah kasus yang proses hukumnya masih juga belum tuntas dan penuh dengan drama.

Proyek EDC senilai triliunan rupiah ini tampaknya jadi ladang basah bagi para pelaku korupsi. Masyarakat pasti akan kecewa jika uang sebesar itu disalahgunakan.

Sungguh ironis, berbagai kasus ini mencuat justru saat pemerintah tengah gencar melakukan efisiensi anggaran—kebijakan yang nyata-nyata telah memotong kualitas dan jumlah layanan publik, serta mereduksi pendanaan sektor-sektor vital seperti penonaktifan PBI, pemangkasan tunjangan kinerja guru, pemotongan dana bansos, riset, pertahanan, dan lainnya.

Terlihat jelas bahwa negara yang menganut paradigma sekuler, kapitalistik, dan neoliberal ini telah gagal memenuhi tanggung jawabnya dalam mengurusi kepentingan rakyat serta menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar kehidupan.

Kasus ini semakin mempertegas bahwa sistem sekuler-kapitalistik bukanlah sistem yang mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

Justru, praktik demokrasi yang dijalankan hari ini malah melanggengkan politik transaksional, di mana kekuasaan dijadikan komoditas yang dipertukarkan antara pejabat dan pemilik modal. Akibatnya, korupsi tumbuh subur dan menjadi budaya yang merasuki berbagai lapisan dan aspek kehidupan masyarakat.

 

Cara Islam Tuntaskan Masalah Korupsi

Berbeda halnya dengan Islam, yang menjadikan akidah sebagai fondasi kepemimpinan. Sistem ini menata kehidupan berdasarkan syariat, dilandasi moralitas tinggi, serta ditegakkan dengan amar makruf nahi munkar.

Hasilnya adalah terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera. Islam memiliki seperangkat aturan yang, jika diterapkan secara menyeluruh (kaffah), mampu menutup celah terjadinya korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan bentuk pelanggaran lainnya.

Pada saat yang sama, Islam tetap menjamin kesejahteraan rakyat secara menyeluruh sehingga mencegah timbulnya kerusakan, termasuk pelanggaran hukum. Fakta sejarah membuktikan, dalam masa keemasan peradaban Islam di bawah naungan Khilafah, masyarakat dapat hidup dalam keadilan dan kesejahteraan yang tak tertandingi—jauh dari budaya korupsi dan penyimpangan.

Dalam sistem Islam, individu terdorong untuk menaati syariat sebagai manifestasi nyata dari keimanannya. Ketaatan ini tercermin dalam sikap amanah terhadap jabatan dan tanggung jawab yang diembannya. Ia tak tergoda mengkhianati harta yang berada dalam kewenangannya, bersikap profesional dengan menjalankan tugas sesuai ketentuan syariat, dan menjaga diri dari mengambil sesuatu yang bukan haknya. Sistem Islam menumbuhkan masyarakat yang tunduk pada aturan Ilahi, saling menasihati dalam kebaikan dan ketakwaan.

Sebagaimana diperintahkan oleh Allah Ta’ala dalam QS Al-Maidah ayat 2:

“Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat keras siksaan-Nya.” Wallahu A’lam Bisshawab.

mgid.com, 522927, DIRECT, d4c29acad76ce94f google.com, pub-2441454515104767, DIRECT, f08c47fec0942fa0