Oleh : Nurhasanah
Membaca setiap berita yang beredar di media seringkali membuat kita keheranan dan ingin istighfar. Pasalnya ada saja kasus yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya tapi ternyata terjadi. Beberapa kasus kenakalan remaja terjadi lagi dalam dunia pendidikan di negeri ini.
Dikutip dari kumparan.com, pada Jumat, 31 Oktober 2025, asrama putra Dayah (Pesantren) Babul Maghfirah—pimpinan Tgk. Masrul Aidi, di Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, terbakar. Dari pernyataan polisi akhirnya terungkap bahwa ternyata pembakarnya adalah salah satu santri yang masih di bawah umur. Pelaku mengaku pembakaran gedung asrama itu terjadi karena ia sering mengalami bullying dari beberapa temannya.
Santri tersebut disebut tertekan secara mental hingga berniat membakar gedung agar barang-barang milik temannya yang diduga sering mengganggunya ikut habis terbakar.
Dilansir dari sumber media yang sama, diketahui juga fakta seorang siswa SMAN 72 Jakarta Utara meledakkan bom di sekolah pada saat pelaksanaan rangkaian sholat Jum’at. Menurut keterangan saksi, pelaku diketahui seorang siswa kelas 12 yang di duga ingin balas dendam karena sering menjadi korban bullying di sekolahnya.
Diketahui pelaku juga berusaha untuk bunuh diri dalam tragedi pengeboman tersebut. Kerusakan dunia pendidikan hari ini memang benar benar luar biasa. Terutama akhlak dan tingkah laku anak didiknya. Semakin hari kasus bullying semakin menggejala, menggila dan dampaknya semakin memprihatinkan. Bukan hanya sekedar merusak ataupun melukai, tapi bisa saja berakibat pada jatuhnya korban jiwa.
Inilah wajah buruk dunia pendidikan hari ini. Kerusakan akhlak yang menjangkiti generasi muda hari ini tentu bukan semata mata persoalan individu, tapi ada sistem yang salah yang diterapkan negara dalam mengatur pendidikan. Di bawah naungan sistem kehidupan kapitalisme, negara menerapkan sistem pendidikan berbasis sekularisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Sistem pendidikan seperti ini telah terbukti gagal mencetak generasi yang berakhlak mulia, karena orientasi utama dari pendidikannya bukanlah mencetak anak didik yang berkepribadian mulia, tapi lebih terfokus pada tujuan materi. Siswa dipersiapkan agar lebih siap masuk ke dunia kerja. Kehidupan duniawi menjadi tujuan utama, sementara akhlak dan akhiratnya dikesampingkan.
Selain itu, pengaruh sosial media juga memperparah pelaku aksi bullying. Banyak media yang menayangkan konten konten yang berisi kekerasan, mulai dari video game, YouTube, bahkan tayangan di televisi yang secara tidak langsung itu menjadi contoh yang justru menginspirasi siswa untuk melakukan hal hal serupa kepada temannya. Bahkan tindakan bullying ini dijadikan candaan yang seolah lucu dan menghibur, dianggap wajar dikalangan siswa yang merasa punya kehebatan, sehingga dijadikan konten yang disebar luas di media sosial.
Sosial media hari ini menjadi rujukan korban bullying untuk melakukan tindakan yang membahayakan nyawa orang lain sebagai pelampiasan kemarahan atau dendam. Hal ini jelas menunjukkan telah terjadi krisis adab yang sangat parah di kalangan generasi muda dan bukti telah hilangnya fungsi pendidikan. Sistem pendidikan sekuler kapitalistik yang berfokus pada materi telah gagal dalam membentuk generasi yang berkepribadian Islam.
Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk kepribadian Islam. Peserta didik dibentuk dan diarahkan untuk menjadi pribadi yang taat kepada Allah dan Rasul Nya. Dalam proses pendidikan akan ditanamkan nilai nilai Islam pada setiap perbuatannya agar generasi tumbuh menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan mengasihi sesama.
Selain itu, proses pendidikan dilakukan dengan cara pembinaan intensif, membentuk pola pikir dan pola sikap Islami, tidak hanya fokus pada nilai materi saja, tapi juga nilai maknawi dan nilai ruhiyah. Setiap siswa akan diarahkan dan diberikan kesadaran dengan pemikiran bahwa manusia hidup di dunia sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan patuh pada aturan Nya. Karena tujuan hidup manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah. Allah SWT berfirman dalam Al qur’an
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ ٥٦
Artinya : Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.
(Adz Dzariyat : 56)
Dalam proses berpikirnya seorang muslim harus senantiasa menyesuaikan pemikirannya dengan pemikiran Islam, dan dalam berbuat harus senantiasa menyesuaikan perbuatannya dengan aturan Islam. Sehingga seseorang dapat membentengi diri dengan keimanan dari kejahatan hawa nafsunya dan terhindar dari perbuatan yang merusak dan merugikan, baik bagi dirinya maupun bagi sesama. Karena seorang muslim harus sadar bahwa setiap perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah, seperti dalam firman-Nya: كُلُّ نَفْسٍ ۢ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌۙ
Artinya : “Setiap diri bertanggungjawab atas apa yang dia lakukan” (Al Muddatstsir: 38)
Kurikulum pendidikan di dalam Islam pun harus berbasis aqidah Islam, bukan yang lain. Sistem pendidikan Islam akan menjadikan adab sebagai dasar pendidikan dan ilmu sebagai jalan penerang kehidupan, sehingga tercipta suasana pendidikan yang mengedepankan ketakwaan kepada Allah.
Hal ini tentu tidak akan terlaksana tanpa adanya peran negara. Karena negara adalah pihak yang paling menentukan dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Negara Islam (khilafah) wajib menjadi penjamin utama pendidikan, pembinaan moral umat, dan perlindungan generasi dari kezaliman sosial.
Karena itu, untuk mengatasi berbagai persoalan yang terjadi dalam dunia pendidikan ini membutuhkan solusi yang benar benar bisa menyelesaikan hingga ke akar persoalannya. Yaitu mengganti sistem kehidupan dan sistem pendidikan yang rusak hari ini dengan sistem Islam. Menerapkan aturan Islam dalam seluruh sendi kehidupan. Allaahua’lam….











