Keracunan MBG Terulang Kembali, Program Populis Membahayakan Keselamatan Rakyat

Oleh: Adelusiana

Kasus keracunan akibat program makan gizi gratis (MBG) kembali terulang di berbagai daerah. Ratusan siswa dan santri harus mendapatkan perawatan medis setelah menyantap makanan dari program tersebut.

Dikutip dari tirto.id – sebanyak 135 siswa di sekolah menengah pertama (SMP) negeri 3 Berbah, Sleman, daerah istimewa Yogyakarta mengalami gejala keracunan usaha konsumsi makan bergizi gratis (MBG).

Program makan bergizi gratis (MBG) sejatinya dilaksanakan sebagai janji kampanye presiden dengan tujuan mulia, yakni mengatasi masalah malnutrisi dan stunting kepada anak-anak serta ibu hamil, Sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Namun rangkaian kasus keracunan massal yang terus berulang di berbagai daerah justru memperlihatkan adanya ketidak seriusan negara dalam merencanakan dan menjalankan program ini.

Kelalaian pemerintah tampak jelas dalam minimnya Standar Operasional Prosedur atau SOP yang matang, lemahnya pengawasan terhadap Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi atau SPPG, serta buruknya aspek higienitas dan sanitasi yang mestinya menjadi prioritas. Lebih jauh, MBG pada dasarnya bukanlah solusi fundamental bagi persoalan gizi buruk dan stunting. Sebab akar persoalan terletak pada gagalnya negara menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan yang layak bagi para pencari nafkah, sehingga keluarga bisa memenuhi kebutuhan gizi anak-anaknya secara mandiri.

Di samping itu, negara juga gagal menyediakan pelayanan kesehatan gratis, berkualitas, dan merata bagi seluruh rakyat serta abai dalam memberikan edukasi yang memadai bagi para ibu dan calon ibu mengenai pentingnya pemenuhan gizi anak.

Sekelumit masalah MBG yang terjadi saat ini semua itu tidak lepas dari sistem Kapitalisme yang diterapkan hari ini. Dalam sistem ini, negara lebih berperan sebagai regulator kepentingan korporasi ketimbang pengurus urusan rakyat. Akibatnya, program sosial seperti MBG hanya menjadi proyek politis jangka pendek yang sarat pencitraan tanpa mampu menjawab akar masalah.

Selama sistem kapitalisme tetap dipertahankan, rakyat akan terus menanggung risiko. Sementara solusi hakiki untuk memastikan pemenuhan gizi, kesehatan, dan kesejahteraan generasi tidak pernah benar-benar terwujud.

Persoalan gizi buruk, stunting, dan kasus keracunan massal akibat program makan gizi gratis sejatinya hanya akan selesai dengan sistem Islam. Sebab dalam Islam, negara diwajibkan untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya secara menyeluruh, termasuk pemenuhan kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, kesehatan, dan pendidikan.

Rasulullah SAW bersabda: “Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia urus.” (Hadits Riwayat. al-Bukhari dan Muslim).

Artinya, keberadaan negara dalam Islam bukan sekedar simbol politik, melainkan instrumen yang secara langsung memastikan terpenuhinya kebutuhan rakyat dengan berbagai mekanisme yang telah ditetapkan syariat, baik secara langsung melalui Baitul mall, maupun tidak langsung. Mekanisme tidak langsung ini diwujudkan dengan cara negara membuka akses pemanfaatan lahan produktif mengelola kepemilikan umum untuk kepentingan rakyat sehingga mendorong tumbuhnya aktivitas ekonomi serta menghapuskan pungutan dan pajak yang membebani.

Negara juga menjamin sistem perdagangan yang bersih dari riba, monopoli, maupun spekulasi sehingga pasar berjalan adil dan memberi kesempatan bagi seluruh warga untuk berusaha. Dengan demikian, masyarakat terdorong memiliki kemandirian ekonomi dan mampu menafkahi keluarga.

Adapun secara tidak langsung Baitul maal mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan pemasukan yang besar dan sah menurut syara, seperti pengelolaan kepemilikan umum yakni minyak, gas, tambang, dan sumber daya alam lainnya, jizyah, kharaj, fai’, dan zakat yang dikelola secara transparan untuk kepentingan umat. Pemasukan ini menjadikan khilafah mampu menyediakan jaminan pelayanan kesehatan gratis, pendidikan berkualitas, hingga edukasi tentang gizi yang menyeluruh.

Dengan sistem Islam ini, masalah stunting dan persoalan gizi lain akan dapat dicegah sedari dini. Karena negara hadir secara nyata sebagai pengurus bukan sekedar regulator atau pemberi proyek politis seperti dalam sistem kapitalisme saat ini. Lebih dari itu, kehadiran khilafah bukan hanya sebuah kebutuhan mendesak bagi umat Islam, melainkan kewajiban syar’i.

Rasulullah SAW  bersabda: “Barang siapa mati sedang di lehernya tidak ada baiat (Kepada Khalifah), maka matinya adalah mati jahiliyyah.” (HR.Muslim).

Kewajiban menegakkan khilafah ini juga ditegaskan oleh ijma’ Sahabat yang segera mencari khalifah pengganti pasca wafatnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahkan mendahulukan urusan imamah (kepemimpinan) dibanding pemakaman beliau.

Allah SWT pun menjanjikan keberkahan jika syariatnya ditegakkan secara kaffah “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri Beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…” (QS. al- A’raf: 96).

Solusi hakiki atas persoalan gizi, kesehatan, dan kesejahteraan hanya dapat terwujud dengan kembalinya khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Hanya dengan itu, umat terbebas dari jeratan kapitalisme dan meraih keberkahan Allah subhanahu wa ta’ala.

Wallahu a’lam bi ash-shawaab.

mgid.com, 522927, DIRECT, d4c29acad76ce94f google.com, pub-2441454515104767, DIRECT, f08c47fec0942fa0