Oleh: Qomariah (Aktivis Muslimah)
Penggabungan ajaran berbagai agama, termasuk pengucapan salam lintas agama, dengan menyertakan salam berbagai agama, hal demikian bukan merupakan toleransi yang dibenarkan.
Adapun menjelang peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke 80, tokoh-tokoh lintas agama menyampaikan deklarasi damai sebagai wujud komitmen bersama dalam merawat kebhinekaan dan memperkuat persatuan nasional.
Deklarasi ini disampaikan dalam silaturahmi nasional forum kerukunan umat beragama (FKUB) di Serpong, Nasional (Rabu,6/8/2025.
Dalam deklarasi tersebut, para tokoh agama sepakat bahwa kemajemukan adalah Rahmat sekaligus kekuatan sosial yang harus dijaga dan diwariskan secara konsisten kepada generasi penerus.
Mereka juga menyinggung pentingnya kewaspadaan terhadap potensi gangguan hubungan antarumat beragama. ‘’Bahwa Negeri kita sudah lanjut usia, 80 tahun bilangnya. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, berbagai seremonial digelar, mulai dari kenegaraan, hingga pesta rakyat di jalan-jalan. Pada tingkat RT aneka lomba terselenggara untuk memperingati ulang tahun kemerdekaan,’’ katanya.
Untuk menjawab retorika merdeka, tentu kita harus menelaah dan memperhatikan kondisi bangsa secara menyeluruh. Tidaklah patut kita langsung mempercayai narasi-narasi pencitraan penguasa yang tidak sesuai dengan realitas yang ada.
Tidak sedikit pula masyarakat yang terpaksa makan tabungan, kondisi ini sungguh rawan menjatuhkan warga kelas menengah kejurang kemiskinan. Bahkan secuil fakta miris ini sejatinya tidak pantas membuat kita menepuk dada sebagai bangsa merdeka.
Adapun nasib rakyat yang begitu memprihatinkan. kendati sudah era digital, nyatanya berbeda tipis dengan leluhur kita pada masa kolonial, semua derita rakyat itu justru menegaskan bahwa peringatan kemerdekaan memang sebatas seremonial berupa pengibaran bendera, sungguh ironis.
Pada saat yang sama, muncul pula istilah-istilah yang tampak ramah, tapi sejatinya merusak dan berbahaya. Semuanya dijejalkan ke dalam benak masyarakat, melalui sistem pendidikan. Seperti; Islam moderat, moderasi beragama, deradikalisasi, dialog antar umat beragama, dll.
Istilah-istilah itu adalah bagian dari pemikiran yang dibiarkan menjajah umat hari ini, sehingga mereka tidak bisa berpikir sahih.
Bahkan juga ada istilah, deklarasi damai melalui lintas iman, dalam silaturahmi nasional forum kerukunan umat beragama, adalah wujud dari toleransi yang kebablasan. Sebab, selain haram dan tidak ada urgensinya.
Deklarasi lintas iman, sebagaimana doa lintas agama adalah wujud dari toleransi ala pluralisme agama, yang bertentangan dengan ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (Abu Dawud, sunan Abi Dawud, 11/48).
Rasulullah SAW juga bersabda; “bukan termasuk golongan kita (umat Islam), Siapa saja yang menyerupai kaum, selain Kita. Janganlah kalian menyerupai kaum Yahudi maupun Nasrani. Sungguh salam kaum Yahudi adalah isyarat dengan jari jemarinya, sedangkan salam orang Nasrani adalah isyarat dengan telapak tangannya.”(An-Nasa’i,As-Sunan al-Kubra, 6/92).
Bahwa pluralisme agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran Islam dan umat Islam haram mengikuti paham tersebut. Karena paham ini menyatakan bahwa semua agama benar. Oleh karena itu, tidak boleh ada monopoli atas klaim kebenaran termasuk oleh kaum muslim, ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam.
Di antara hal yang diputuskan dalam deklarasi kerukunan umat beragama, bersama enam perwakilan majelis agama yang berbeda-beda, agar sepakat bahwa kemajemukan adalah Rahmat sekaligus kekuatan sosial yang harus dijaga dan diwariskan secara konsisten kepada generasi penerus.
Di sisi lain, ada pula istilah-istilah yang dinarasikan tidak ramah untuk selanjutnya dialienasi dan dijadikan musuh bersama. Seperti radikalisme, Khilafah, dan Islam Kafah, karena istilah-istilah itu tidak disukai oleh rezim penguasa.
Bahwa tidak semua aspek dalam Islam bisa ditoleransi, yang tidak diperkenankan Islam adalah motif mencampuradukkan wilayah aqidah dan ritual keagamaan, sehingga mengaburkan garis demarkasi antara wilayah aqidah dan muamalah.
Dalam hal keharusan bertoleransi dengan nonmuslim, jelas umat Islam sudah paham. Bahkan karena sikap toleran umat Islam lah kehidupan antar pemeluk agama-agama bisa hidup berdampingan secara harmoni di negeri ini, ini adalah fakta yang tak terbantahkan.
Sudah jelas negeri kita berpenduduk mayoritas muslim, bahkan salah satu yang terbesar di dunia. Namun, ide asing yang bukan dari Islam justru bercokol di negeri ini dan menjauhkan masyarakat muslim dari ajaran Islam. Ide-ide yang berasal dari luar Islam itulah yang sebenarnya memecah belah umat.
Kita tentu paham benar, konsep pecah belah adalah narasi utama yang mewarnai penjajahan di setiap waktu dan tempat. Sebaliknya, salah satu seruan yang bersumber dari aturan Islam adalah persatuan umat bukan perpecahan.
Penjajahan sesungguhnya tidaklah benar-benar terakhir. Kapitalisme dan selalu berupaya menyebarkan paham dan mempertahankan pengaruhnya ke seluruh penjuru dunia, berupa penguasaan dan pengendalian di bidang politik, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya dan hukum.
Kemerdekaan hakiki, hendaklah kita menerapkan sistem Islam secara Kaffah. Di dalam Daulah Islam (Khilafah), Islam diterapkan sebagai ideologi negara dan penguasa berperan sentral sebagai pelaksana syariat Islam secara Kaffah.
Penguasa (Khalifah) juga sebagai raa’in (pengurus) dan jumlah (pelindung) bagi rakyat.
Rasulullah SAW bersabda; “imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR.Bukhari).
Keberadaan Islam sebagai ideologi adalah legalitas mendasar yang tidak akan membuat negara membebek pada negara lain. Karena ideologi Islam akan membuat negara yang mengembannya menjadi negara adidaya.
Dengan ideologi Islam, penguasa negara Islam akan mengambil dan melaksanakan berbagai kebijakan politik di dalam negeri, dalam mengurus urusan umat serta politik luar negeri berupa dakwah dan jihad.
Terwujudnya kemerdekaan Hakiki melalui tegaknya Khilafah, membutuhkan aktivitas yang mengakomodasi perubahan Hakiki. Insya Allah. Wallahu a’lam bishawab.