Kapitalisasi Air

Oleh : Suciyati

Sumber air Aqua menjadi perbincangan setelah sidak yang dilakukan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. DANONE Indonesia buka suara ikhwal sumber air dalam air mineral kemasan merk Aqua yang disebut-sebut berasal dari sumur bor. Sumber air Aqua menjadi sorotan publik setelah Inspeksi dadakan atau sidak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke PT Tirta Investama (Aqua) Pabrik Subang viral di media sosial.

Danone Indonesia mengatakan pernyataan perwakilan perusahaan Aqua yang menyebut sumber air Aqua berasal dari sumur bor belum lengkap. Melalui keterangan tertulis, Danone menjelaskan bahwa sumber air yang mereka gunakan bukan berasal dari sumur bor biasa.

“Air Aqua berasal dari 19 sumber udara pegunungan yang tersebar di seluruh Indonesia,” kata Danone Indonesia melalui keterangan resmi pada Kamis, 23 Oktober 2025.

Danone menjelaskan, air yang selama ini digunakan berasal dari akuifer dalam di kawasan pegunungan, bukan air permukaan atau air tanah dangkal. Air akuifer dalam ialah air tanah yang tersimpan di dalam lapisan batuan atau sedimen bawah tanah yang berpori dan jenuh air.

Danone menyatakan akuifer dalam yang mereka gunakan berasal dari kedalaman 60-140 meter. Air ini disebut terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air, sehingga bebas dari kontaminasi aktivitas manusia.

Menurut Danone, aktivitas yang mereka lakukan telah melalui hasil penelaahan ilmiah oleh ahli hidrogeologi dari Universitas Gadjah Mada dan Universitas Padjadjaran. “UGM dan Unpad mengonfirmasi bahwa sumber air Aqua tidak bersinggungan dengan air yang digunakan masyarakat,” katanya.

Perusahaan air mineral kemasan ini kemudian mengklaim proses pengambilan air juga telah mendapatkan izin dari pemerintah dan diawasi secara berkala oleh pemerintah daerah dan pusat melalui Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Aqua, kata Danone, memiliki Kebijakan Perlindungan Air Tanah Dalam (Ground Water Resources Policy), yang mengatur bahwa pengelolaan sumber daya air harus menjamin kemurnian dan kualitas sumber air, menjaga kelestarian sumber daya air, dan berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan di wilayah operasional.

Selain itu, berdasarkan kajian bersama UGM, Danone Indonesia mengklaim, pengambilan air secara hati-hati tidak menyebabkan pergeseran tanah atau longsor. “Namun, faktor lain seperti perubahan tata guna lahan dan deforestasi juga berpengaruh,” katanya.

Sebelumnya, inspeksi dadakan Dedi ke pabrik Aqua itu diunggah dalam rekaman video di akun Intagram miliknya pada Rabu, 22 Oktober 2025. Dalam sidak tersebut, Dedi baru mengetahui bahwa sumber air yang digunakan oleh PT Tirta Investama (Aqua) Pabrik Subang untuk air mineral kemasan Aqua berasal dari sumur bor.

Hal itu terungkap usai Dedi menanyakan sumber air yang digunakan Aqua kepada sejumlah perwakilan dari perusahaan yang mendampingi Dedi berkeliling dan mengecek pabrik. Pihak perusahaan lantas menjelaskan bahwa sumber air yang mereka digunakan berasal dari beberapa titik sumur di sekitar area pabrik. Saat ditanya lebih lanjut, pihak pabrik mengonfirmasi bahwa air tersebut bukan berasal dari permukaan, seperti sungai atau mata air, melainkan dari bawah tanah. “Airnya dari bawah tanah, bukan air permukaan,” kata perwakilan perusahaan dalam video yang diunggah Dedi.

Dedi kemudian memastikan kembali apakah air dari bawah tanah itu diambil dengan cara bor. “Oh, jadi di bor?” kata Dedi, yang dijawab oleh pihak perusahaan “Iya, di bor, Pak.”

Setelah itu, Dedi sempat memperingatkan dampak lingkungan, seperti pergeseran tanah dan longsor akibat praktik pemboran air tanah dalam oleh perusahaan Aqua. “Ngefek enggak sih buat lingkungan? Atau nunggu longsor?” ucap dia.

Praktik perusahaan yang menguasai sumber air dengan sumur bor menimbulkan polemik dan dampak serius bagi masyarakat dan lingkungan.

 

Dampak Aksploitasi Air Tanah

Pengambilan air tanah secara berlebihan oleh perusahaan berdampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar, di antaranya:

* Penurunan permukaan air tanah.Penggunaan sumur bor dalam secara masif dapat menyebabkan level air tanah menurun drastis. Hal ini membuat sumur warga menjadi kering atau harus menggali lebih dalam untuk mendapatkan air.

* Intrusi air laut. Di wilayah pesisir, penurunan permukaan air tanah yang berlebihan dapat menyebabkan masuknya air asin dari laut ke dalam akuifer air tanah, menjadikannya tidak layak konsumsi.

* Penurunan muka tanah (land subsidence).Pengambilan air tanah yang tidak terkendali dapat menyebabkan tanah di atasnya turun. Di Jakarta, praktik ini berkontribusi pada risiko banjir dan naiknya permukaan laut.

* Kekurangan air bagi masyarakat. Prioritas perusahaan untuk memenuhi kebutuhan produksinya dapat menyebabkan masyarakat sekitar kekurangan air bersih untuk keperluan sehari-hari dan pertanian.

* Kerusakan ekosistem. Penurunan permukaan air tanah dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan memengaruhi kualitas air secara keseluruhan.

Air adalah sumber kehidupan. Tanpa air, manusia, hewan, dan tumbuhan tidak akan bisa bertahan. Namun, di tengah kenyataan bahwa air merupakan kebutuhan paling dasar bagi semua makhluk hidup, muncul fenomena yang memprihatinkan  kapitalisasi air.

Fenomena ini menggambarkan bagaimana sumber-sumber air, termasuk mata air dan air tanah, dikuasai oleh segelintir perusahaan demi kepentingan bisnis. Padahal, dalam pandangan Islam, air adalah milik umum yang seharusnya dikelola negara untuk kemaslahatan masyarakat, bukan untuk memperkaya korporasi.

 

Air yang Dikuasai Korporasi

Fakta di lapangan menunjukkan banyaknya mata air di berbagai daerah yang kini tidak lagi bebas diakses masyarakat.

Air yang dulunya bisa digunakan oleh warga sekitar secara cuma-cuma, kini dipagari, dijaga, bahkan dipompa dengan mesin besar oleh perusahaan air minum dalam kemasan. Mereka mengebor air tanah dalam (akuifer) dengan sumur bor untuk memenuhi kebutuhan produksi.

Kita mungkin tak sadar, ketika membeli sebotol air mineral, ada rantai panjang ketimpangan di baliknya. Perusahaan mengambil air dari alam secara masif, sementara warga sekitar sering kali justru kesulitan mendapatkan air bersih, terutama di musim kemarau.

Dalam sistem Islam, air termasuk dalam kategori sumber daya milik umum (milkiyyah ‘ammah), sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ: “Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud).

Hadits ini menegaskan bahwa air tidak boleh dimonopoli oleh individu atau perusahaan. Negara dalam sistem Islam (khilafah) berkewajiban mengelola sumber daya ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, bukan untuk diserahkan kepada swasta.

Negara harus memastikan distribusi air berjalan adil, menjaga kelestarian sumbernya, dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.

Jika ada biaya yang perlu dikeluarkan dalam proses pengelolaan, negara bisa menutupnya dari baitul mal, bukan dengan menjual hak rakyat kepada korporasi. Dengan cara ini, air tetap bisa dinikmati seluruh warga, tanpa diskriminasi atau ketimpangan.

Islam tidak menolak bisnis, tetapi menegaskan bahwa bisnis harus dijalankan dengan kejujuran dan tanggung jawab sosial. Dalam hal air, menjual air yang diambil secara berlebihan dari alam untuk keuntungan pribadi jelas melanggar syariat Allah. Apalagi jika praktik itu menyebabkan penderitaan bagi masyarakat dan kerusakan lingkungan.

Dalam Islam, setiap bentuk usaha harus membawa manfaat dan tidak menimbulkan mudarat. Prinsip ini jauh berbeda dari sistem kapitalis yang berorientasi pada keuntungan tanpa batas.

Kapitalisasi air adalah potret nyata bagaimana sistem ekonomi kapitalis telah gagal menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian alam. Ketika air sumber kehidupan menjadi barang dagangan, maka kemanusiaan pun perlahan terkikis.

Islam menawarkan solusi yang komprehensif: menjadikan air sebagai milik umum, dikelola negara secara amanah, dan didistribusikan adil untuk seluruh rakyat. Hanya dengan sistem yang berlandaskan pada syariat Islam, eksploitasi sumber daya seperti ini bisa dihentikan.

Sudah saatnya kita menyadari bahwa air bukan sekadar komoditas ekonomi, melainkan amanah Ilahi untuk dijaga bersama. Karena tanpa air, kehidupan tidak akan pernah ada. Wallahu a’lam bishshawab.

 

mgid.com, 522927, DIRECT, d4c29acad76ce94f google.com, pub-2441454515104767, DIRECT, f08c47fec0942fa0