Oleh: Qomariah (Aktivis Muslimah)
Karakter pendidikan dalam sistem sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan, telah banyak menghapus orientasi spritual dan moral dari dunia pendidikan.
Sehingga banyak menimbulkan krisis dan kekhawatiran dalam dunia pendidikan, seperti; seorang kepala sekolah dilaporkan ke polisi gara-gara menegur dan menampar siswa yang merokok di sekolah. Ironisnya, ratusan siswa justru berpihak kepada temannya yang melakukan pelanggaran, mereka mogok massal dan menuntut pemecatan kepala sekolah, dan masih banyak lagi kasus-kasus yang tidak kita ketahui.
Padahal penghormatan murid kepada guru adalah adab agung dalam Islam. Yang dinyatakan sebagai berikut; “bukan termasuk golongan kami, orang yang tidak memuliakan yang tua, tidak menyayangi yang muda dan tidak mengetahui hak orang alim di antara kita. (Al-Qurthubi, Al-Jami’li Ahkaam Al-Qur’an,27/241).
Bahwa buah pendidikan dari sistem sekuler, yang sejak awal memang berpaling dari Al-Qur’an. Allah SWT berfirman; “siapa saja yang berpaling dari peringatanku (Al-Qur’an), maka sesungguhnya bagi dia kehidupan yang sempit’’ (QS. Thaha:124).
Karena pendidikan sekuler tujuannya sekedar mencari bekal pekerjaan, bukan membentuk kepribadian mulia. Dan masih banyak juga guru yang belum bisa menjadi teladan bagi murid-muridnya, inilah fakta ketika sistem kehidupan, khususnya sistem pendidikan yang tidak berlandaskan wahyu Allah SWT, maka hasilnya adalah kebingungan, penyimpangan dan kehancuran moral.
Sebab dalam sistem sekuler pendidikan memisahkan ilmu dari iman, lahirlah generasi yang boleh jadi pandai, tetapi tidak berakhlak, boleh jadi pintar, tetapi tidak bermoral. Maka para ulama dulu sangat menekankan pentingnya mendahulukan pembinaan Adab (akhlak) terlebih dulu sebelum penyampaian ilmu. Bahwa Adab (akhlak) adalah pondasi ilmu.
Berbeda dengan sistem Islam, bahwa pendidikan sejati bukan sekedar transfer ilmu dan mencetak manusia cerdas, tetapi pembentukan karakter dan akhlak yang bersumber dari aqidah Islam, yang berkepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyah), serta membentuk pola pikir (aqliyyah) dan pola sikap (nafsiyyah) yang didasarkan pada aqidah Islam.
Dengan itu sistem pendidikan Islam melahirkan generasi para ulama dan ilmuwan yang cerdas, sekaligus dipenuhi dengan keimanan dan ketakwaan.
Rasulullah SAW bersabda; “sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR Al-Bazzaar dan al-Baihaqi). “Sesungguhnya orang yang terbaik diantara kalian adalah yang paling bagus akhlaknya.” (HR. al-Bukhari).
Pendidikan Islam, menanamkan aqidah pada anak didik sebagai hal pertama dan utama sebagai asas seluruh ilmu, yang akan membentuk perilaku mereka yang diatur oleh Syariah, dan mengarah potensi mereka untuk beramal demi ridha Allah SWT.
Oleh karena itu, sejarah gemilang pendidikan Islam, pernah mencapai puncak keemasan selama ratusan tahun di bawah naungan khilafah, khususnya era “Abbasiyah” negara menjadi pelopor utama pendidikan, membangun ribuan madrasah, perpustakaan dan pusat riset. serta pendidikan bersifat gratis, terbuka untuk semua kalangan dan diselenggarakan oleh negara dengan kualitas tinggi. Tentu dengan bertumpu pada pondasi akidah Islam yang kokoh.
Dalam Islam, negara memiliki kewajiban langsung dan tanggung jawab pemimpin terhadap rakyatnya dalam menyelenggarakan pendidikan berkualitas dan gratis, merupakan bagian dari kemaslahatan rakyat, yang harus ditunaikan oleh seorang pemimpin.
Rasulullah SAW bersabda “imam (Khalifah) adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia pimpin’’ (HR. Al- Bukhari dan Muslim).
Bahwa seharusnya negara pun wajib memastikan pendidikan berjalan dengan tujuan syar’i. Yaitu: “mencetak generasi beriman, berilmu dan berakhlak mulia.” Dengan pendidikan gratis dan berkualitas tinggi sekaligus mampu melahirkan manusia-manusia yang beriman dan bertakwa, pendidikan yang semacam ini memancarkan cahaya, hanya bisa terwujud di bawah sistem pemerintahan Islam, yang menjadikan akidah Islam sebagai asasnya dan Syariah Islam sebagai pilarnya. Yaitu: diterapkannya”(khilafah islamiyah).” Insya Allah. Wallahu a’lam bishawwab.











