Oleh: Qomariah (Aktivis Muslimah)
Penyebab utama keruntuhan bangunan ponpes adalah kegagalan struktur di seluruh elemen bangunan, bahwa bangunan tersebut mengalami “kegagalan total”dalam menopang beban yang seharusnya diteruskan secara terintegrasi.
BNPB mengupdate data terbaru jumlah korban tewas ambruknya pondok pesantren Al khoziny, buduran kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Jumlah Korban yang meninggal dunia menjadi 37 orang, berdasarkan data BNPB. detikNews (Minggu, 5/10/2025).
Tim gabungan juga telah menemukan 12 jenazah dan satu lagi potongan tubuh manusia dari balik reruntuhan bangunan mushala lantai empat.
Deputi bidang penanganan darurat BNPB, mayjen TNI Budi Irawan mengatakan dengan bertambahnya satu jenazah, sehingga diduga masih ada 26 orang tertimbun keruntuhan. Namun demikian, dia mengatakan itu belum data valid sampai proses evakuasi bangunan rata dengan tanah. Apabila nanti terbukti akurat seluruh pembersihan telah selesai dan mencapai titik tanah lantai dasar sebagai akhir dari pencarian kita,” jelas Budi.
Kejadian tragis robohnya bangunan di ponpes Al khoziny merengut nyawa sejumlah santri, merupakan cerminan buruknya fasilitas pendidikan di negeri ini. Adapun mengenai kelayakan semua bangunan ponpes dan rumah ibadah. Semua dilakukan sebagai bagian dari mitigasi agar peristiwa robohnya bangunan mushola di ponpes Al khoziny tidak terjadi di daerah lain.
Adapun pemerintah berencana membantu pembangunan gedung ponpes Al khoziny. Bahwa pembangunan ulang gedung ponpes Al khoziny akan menggunakan anggaran negara. Hal tersebut ia sampaikan usai pertemuan dengan menko bidang pemberdayaan masyarakat Muhaimin Iskandar. Meski belum ada estimasi biaya, menteri PU memastikan pemerintah memiliki anggaran yang bisa digunakan untuk mendukung perbaikan ponpes. Salah satunya melalui dana pendidikan yang dikelola kementerian PU.
Kejadian ambruknya bangunan di ponpes Al khoziny menyedot perhatian banyak pihak, tidak terkecuali sejumlah pakar dan para ahli. Bahwa bangunan tersebut mengalami”kegagalan total”dalam menopang beban yang seharusnya diteruskan secara terintegrasi. Karena bangunan tersebut tidak dirancang secara sungguh-sungguh dari awal untuk menjadi bangunan bertingkat banyak.
Padahal, peraturan pembangunan gedung terdapat PP 16 / 2021 mengenai izin mendirikan bangunan (IMB) yang berganti menjadi persetujuan bangunan gedung (PBG). Tujuan peraturan tersebut adalah untuk memastikan kelayakan, keamanan dan keselamatan suatu bangunan, termasuk kepastian hukum dan memastikan bahwa bangunan aman, nyaman, dan layak sesuai fungsinya.
Pembangunan dan infrastruktur yang layak dalam lembaga dunia pendidikan tak lepas dari ketersediaan pendanaannya. Jika merujuk pada tersebut, pada dasarnya pesantren berhak mendapat anggaran dari APBN dan APBD. Hal ini berdasarkan UU 18/2019 tentang pesantren dan Perpres 82/2021 tentang pendanaan penyelenggaraan pesantren. Mengenai dana abadi, maupun hibah yang sifatnya tidak mengikat. Seharusnya, pembangunan infrastruktur pendidikan bayi umum maupun keagamaan tidak lepas dari peran pemerintah.
Padahal, keberadaan institusi pendidikan sangat penting dan berperan dalam mencerdaskan generasi. Tapi sayang, dalam sistem pendidikan sekuler, pemerintah kerap lepas tangan dan merasa cukup dengan menyerahkan tanggung jawab tersebut kepada pihak penyelenggara secara mandiri.
Sangat berbeda sekali pandangan dalam pendidikan Islam, mengenai penyelenggaraan pendidikan tegak atas konsep ri’ayatus syu’unil Ummah (mengurus urusan umat) sebagai implementasi dari peran negara. Tanggung jawab ini dijalankan secara sistemis meliputi penyusunan kurikulum, penyediaan SDM, berupa tenaga pengajar, para pakar dan tenaga ahli di bidang pendidikan, hingga infrastruktur yang memadai dan layak. Seperti; bangunan yang melengkapi terselenggaranya pendidikan bagi generasi.
Jika ditinjau dari aspek kepemilikan, Islam mengkategorikan institusi pendidikan seperti, sekolah maupun ponpes sebagai kepemilikan umum. Atas dasar ini negara lah yang bertanggung jawab dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur serta penyediaan sarana prasarana lainnya.
Keuangan dalam sistem Islam (khilafah) membagi kepemilikan infrastruktur menjadi tiga jenis.
Pertama; infrastruktur milik umum. Jenis ini terbagi dua. yaitu; jalan jalan umum dan sejenisnya, seperti laut, sungai, danau.
Kedua; infrastruktur milik negara yang disebut marafiq ammah, yaitu seluruh sarana umum yang disediakan negara agar dimanfaatkan oleh masyarakat.
Ketiga; infrastruktur yang bisa dimiliki individu. seperti, industri berat, transportasi, dan lain-lain.
Di masa kekhalifahan Islam, keberadaan institusi pendidikan merupakan mercusuar yang menjadi sumber ilmu bagi generasi. Tidak sedikit, individu yang memberikan wakaf berupa gedung sekolah atau kampus. Di samping itu, negara turut memastikan bahwa bangunan tersebut berkualitas baik, dengan bangunannya yang Megah, hingga kini siapapun masih bisa menyaksikan jejak sejarah Islam di berbagai negara (Turki, Spanyol, Irak, serta negara lainnya yang pernah lekat dengan kekhalifahan Islam) melalui peninggalan berupa bangunan yang kukuh sampai saat ini. Insya Allah. Wallahu a’lam bishawwab.











