Oleh: Titin Agustina
Perkembangan teknologi telah menjadikan manusia tidak bisa terlepas dari media sosial. Media sosial juga seperti pisau bermata dua yang memiliki dua sisi yaitu sisi positif dan sisi negatif. Positifnya sebagi alat komunikasi, inovasi, dan peluang ekonomi. Negatifnya tersebarnya berita hoaks, ujaran kebencian, kesehatan mental, pinjol dan judol.
Gen Z yang hidup di zaman serba canggih dan serba instan termasuk juga masalah keuangan saat ini mudah diakses di berbagai media sosial. Hanya dengan KTP dan beberapa syarat, uang pun bisa langsung dicairkan dengan menggunakan aplikasi Pinjol (pinjaman online). Juga judi online pun (judol) sangat mudah di akses untuk menjadi “uang tambahan” bagi generasi untuk biaya kuliah, kebutuhan maupun hiburan.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan OJK per Agustus 2025, lebih dari 60 persen para generasi yang menggunakan pinjaman online berusia antara umur 19 sampai 34 tahun. 16 Oktober 2025 Kompas, com.
Fenomena pinjol dan judol yang kini diminati oleh kaum muda menjadi keharusan yang tak terelakkan, apalagi generasi saat ini haus validasi “ingin di akui” sehingga mereka harus membayarnya dengan hidup serba mewah walaupun finansial tidak mendukung. Maka muncullah istilah “gaya elit ekonomi sulit”
Dan pengakuan itu harus dipenuhi dengan bisa membeli barang mahal dan branded seperti ponsel baru, pakaian bagus dan liburan yang mewah. Namun di sisi lain finansial generasi muda tidak bisa mencukupi apa yang menjadi keinginan mereka. Maka jalan yang diambil adalah dengan menggambil pinjol maupun judol sebagai jalan pintas untuk bisa mereka wujudkan keinginan tersebut.
Media sosial dalam sistem kapitalisme hari ini dijadikan sebagai alat perusak generasi muda, terutama mental mereka menjadi lemah dan tanpa arah tujuan. Generasi pun menjadi konsumtif, hedonisme dan para oligarki menjadikan mereka sebagai korban dari berbagai platform aplikasi pinjol dan judol untuk meraup keuntungan materi.
Sementara itu literasi digital dan pendidikan sekuler yang di terapkan oleh pemerintah nyatanya tidak mampu membentengi para generasi muda agar tidak terjerat dari pinjol dan judol. Meskipun pinjol dan judol sudah di haramkan oleh agama, namun semenjak sekulerisme merasuk pada diri masyarakat terutama generasi sehingga pinjol dan judol pun merajalela hingga saat ini.
Judol dan Pinjol seperti lingkaran setan yang tidak bisa dihentikan. Ketika sistem kapitalisme masih mencekam. Berbagai platform pinjol dan judol masih menjadi salah satu alat Kapitalis untuk meraih peluang keuntungan materi dan memastikan para generasi muda menjadi sasaran utama para kapitalis.
Efek dari ketergantungan pinjol dan judol juga sangat mengerikan. Pelaku bisa bertidak kriminalitas, stres, bahkan bisa mengakhiri hidupnya karena tekanan hidup dan teror dari para penagih pinjam online.
Para oknum polisi yang semestinya mampu melindungi generasi, nyata juga menjadi korban dari judol dan pinjol. Peran negara sebagai benteng pelindung pun tak berjalan dengan maksimal, apalagi untuk memutuskan jaringan platform yang menyediakan berbagai media pinjol dan judol negara pun tak mampu karena negara hanya sebagai regulator saja.
Hukum yang diberlakukan pemerintah untuk menghukumi para pelaku bisnis judol dan pinjol juga tidak tegas dan terkesan setengah hati. Sehingga pinjol dan judol pun sudah menjalar ke kalangan generasi muda. Maka masa depan negara ini bisa dipastikan suram dan hancur, jika tidak dengan perubahan secara fundamental yaitu dengan sistem Islam.
Sistem Islam sebagai sistem terbaik selama 13 abad, yang pernah di terapkan oleh Rasulullah Saw dimana masyarakatnya dibangun kesadaran dan ketakwaan kepada Allah SWT. Rasulullah SAW sebagai suri tauladan yang terbaik. Wujud dari itu semua dimana seseorang menjadikan syariat Islam sebagai panduan hidup, tolak ukurnya halal, dan haram termasuk masalah pinjol dan judol.
Allah SWT berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Maidah [5]: 90).
Kesadaran terhadap keharaman itu tidak bisa wujudkan hanya mengandalkan keimanan seseorang tanpa ada peran pendidikan yang memang mendukung. Maka sistem Islam akan menerapkan sistem pendidikan berbasis Akidah Islam untuk bisa menanamkan ketakwaan kepada generasi.
Tujuan dari pendidikan itu sendiri adalah untuk membentuk pola fikir dan pola sikap Islam. Agar generasi bisa terhindar dari hal-hal yang tidak hanya merusak iman juga merusak mental seperti pinjol dan judol.
Keluarga muslim juga harus menanamkan Akidah Islam, ketakwaan dan akhlak mulia pada anak. Peran penting lainnya yaitu negara Islam, bisa melindungi generasi dari jeratan pinjol dan judol. Memutuskan akses berbagai Platform digital yang berkaitan dengan pinjol dan judol sampai ke akar-akarnya dan menghukum para pelaku dengan tegas dan adil. Dan itu hanya bisa di lakukan oleh sistem Islam.
Kesadaran generasi harus di Bangun dengan kesadaran Islam. Dan peran negara Islam dalam membimbing, mengayomi generasi untuk menjadi manusia yang beriman dan bertakwa.
Generasi pun bisa berkarya dan menempuh cita-cita yang mereka inginkan dengan pendidikan yang memadai, fasilitas yang lengkap dan pendidikan yang tidak di pungut biaya karena pendidikan adalah kewajiban bagi negara untuk menyediakannya.
Sehingga negara Islam bisa memiliki calon generasi tidak hanya pintar namun juga bertakwa untuk memimpin sama depan yang cemerlang. Wallahualam bissawab.






