Gaza Tak Butuh Solusi, Dia Negara

Oleh : Eci Anggraini, Pendidik Palembang

Presiden RI Prabowo Subianto sudah tiga kali secara eksplisit membahas solusi dua negara (two-state solution) terkait konflik Israel vs Palestina. Ia menegaskan, posisi diplomatik Indonesia yang mendukung kemerdekaan Palestina sebagai syarat utama perdamaian, sambil menawarkan pengakuan terhadap Israel jika Palestina diakui secara berdaulat.

Solusi dua negara sudah digaungkan Prabowo sejak masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI (Menhan) periode 2019-2014 hingga sekarang ia duduk sebagai Presiden RI. Adapun Two-State Solution atau Solusi Dua Negara adalah usulan penyelesaian konflik Israel vs Palestina yang bertujuan untuk membentuk dua negara merdeka: satu untuk Israel dan satu untuk Palestina.

Dengan memahami apa yang dilakukan Israel di Palestina, jelas bahwa solusi dua negara yang dipakai sebagai penyelesaian masalah Palestina pasti akan menghadapi banyak pertanyaan yang mengusik. Solusi dua negara bermakna mengakui berdirinya Negara Palestina sekaligus mengakui berdirinya “Negara” Israel. Padahal, berdirinya “Negara” Israel dilakukan dengan menduduki wilayah Palestina, menjajah, merampas, mengusir, bahkan melakukan genosida terhadap warga Palestina. Menerima dan mengakui “Negara” Israel sama saja dengan menerima dan mengakui keberadaan penjajah di tanah yang dijajah dan dirampas. Pastilah hal ini bertentangan dengan arus global yang sedang menggaungkan hak asasi manusia dan menentang penjajahan dan kebiadaban.

Di samping itu, kalau mau mengakui keberadaan dua negara ini, pasti akan bermasalah dengan batas-batas wilayah kedua negara tersebut. Sebagaimana kita ketahui, pendudukan Israel telah menyebabkan peta Palestina dari waktu ke waktu mengalami penyusutan, selama lebih dari 70 tahun ini. Pasti tidak mungkin Israel mengakui wilayah Palestina yang 100% sebagaimana sebelum 1947. Bahkan untuk mengakui wilayah Palestina yang pada 2020 tinggal 15%-nya saja, Israel tidak mau.

Begitu juga Palestina, mereka akan kesulitan mendapatkan keadilan kalau dipaksa harus menyerahkan wilayah mereka kepada Israel, yang selama puluhan tahun dicoba untuk dipertahankan. Artinya, tawaran solusi dua negara sama sekali tidak punya landasan, tawaran yang khayali, melangit, dan tidak realistis. Solusi itu hanya mampu mengisi panggung diplomasi ataupun pidato kenegaraan, dan tidak akan pernah terealisasi.

Yang lebih penting tentunya kemerdekaan satu per satu bagian dari dunia Islam, termasuk Palestina, sesungguhnya merupakan proyek besar Barat untuk memecah belah umat Islam. Nasionalisme dan patriotisme digaungkan di tubuh umat Islam agar umat tidak lagi bermimpi untuk bersatu. Egoisme asabiah dideraskan, kepedulian pada permasalahan umat dibelenggu dalam batas-batas negara bangsa. Jadilah semangat kemanusiaan dan keadilan yang digaungkan oleh negara-negara adidaya hanyalah lip service untuk menutupi dan memanipulasi kerakusan mereka.

Kalau mau mendalam dan jernih memahami masalah Palestina, sesungguhnya solusi strategisnya adalah mengusir penjajah di sana. Itu adalah satu-satunya solusi yang masuk akal sebagaimana dahulu para ulama melakukan di negeri ini, yaitu mengusir penjajah dari bumi Indonesia.

Cara mengusirnya adalah dengan cara yang dikenal oleh Zion*s, yakni bahasa kekerasan. Dalam istilah agama Islam, cara ini disebut “jihad”. Untuk melakukan jihad, umat Islam harus memiliki kekuatan. Untuk bisa memiliki kekuatan, harus ada persatuan. Untuk ada persatuan, harus ada institusi yang menyatukan umat. Dalam ajaran Islam, institusi yang menyatukan umat Islam sedunia itu adalah Khilafah Islamiah. Oleh karena itulah, harus digaungkan terus-menerus bahwa solusi satu-satunya dari persoalan Palestina adalah jihad dan Khilafah.

Islam mewajibkan adanya persatuan dan melarang perpecahan. Islam tidak menetapkan batas wilayah, baik darat, laut, maupun udara secara fix karena Islam mewajibkan kaum muslim untuk mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Maknanya adalah wilayah Islam akan terus bertambah luas. Khilafah Islamiah boleh (mubah) mengikat perjanjian bertetangga dan tidak saling mengganggu dengan dar kufur untuk waktu tertentu saja, bukan terus-terusan. Terhadap dar kufur yang menghalangi penyebarluasan Islam ke wilayahnya dengan kekuatan fisik (berupa senjata dan militer), sikap politik luar negeri Khilafah Islamiah adalah menghadapinya dengan kekuatan yang seimbang, yaitu militer dan senjata.

Dalam QS At-Taubah ayat 29, Allah memerintahkan umat Islam untuk memerangi orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada Hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.

Firman-Nya, “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Hari Akhir, tidak mengharamkan (menjauhi) apa yang telah diharamkan (oleh) Allah dan Rasul-Nya, dan tidak mengikuti agama yang hak (Islam), yaitu orang-orang yang telah diberikan Kitab (Yahudi dan Nasrani) hingga mereka membayar jizyah dengan patuh dan mereka tunduk.”

Lebih lanjut dalam QS Al-Anfal ayat 60, Allah memerintahkan umat Islam untuk mempersiapkan apa pun kekuatan yang mampu dikerahkan oleh umat Islam untuk menghadapi musuh sehingga bisa menggentarkannya. Dalam pandangan Islam, Israel termasuk dalam kategori darul harbi fi’lan (negara yang secara riil memerangi kaum muslim, merampas wilayah kaum muslim, dan secara terang-terangan menunjukkan kebenciannya terhadap umat Islam).

Firman-Nya, “Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada para tawanan perang yang ada di tanganmu, ‘Jika Allah mengetahui ada kebaikan di dalam hatimu, niscaya Dia akan menganugerahkan kepada kamu yang lebih baik daripada apa (tebusan) yang telah diambil dari kamu dan Dia akan mengampuni kamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dengan demikian, secara syar’i, jihad adalah metode politik luar negeri yang tepat untuk Israel. Tidak boleh sama sekali menjalin perdamaian dengan Israel, entah berupa hubungan diplomatik, maupun hubungan dagang, budaya, pendidikan, dan lain-lain. Dalam realitasnya sampai saat ini, berulang-ulang upaya diplomasi, perdamaian, dan gencatan senjata terbukti tidak efektif dalam menghentikan kebiadaban Israel.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Sesungguhnya imam (khalifah) itu adalah perisai yang mana orang-orang akan berperang untuk membelanya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.”

Dalam penjelasannya terhadap kitab Shahih Muslim, Imam An-Nawawi menerangkan hadis itu secara jelas bahwa imam/khalifah adalah junnah (pelindung). Ia berfungsi seperti tirai untuk menghalangi musuh menyerang umat Islam, mencegah sebagian masyarakat menyerang yang lain, menjaga kemurnian Islam, serta menjadi tempat berlindung bagi orang-orang yang membutuhkan.

Apa yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ di atas, secara nyata terlihat ketika umat Islam berada di bawah naungan Khilafah Islamiah sebagai sistem pemerintahan Islam. Selama berabad-abad, martabat umat Islam, kekayaan, darah, bahkan kehidupan mereka, sungguh terjamin dari ancaman para lawan. Mereka disatukan menjadi satu kekuatan yang tidak tertandingi. Hingga akhirnya Khilafah muncul sebagai negara adidaya dengan peradaban unggul tanpa tanding.

Keberhasilan Khilafah dalam melindungi dan menghormati rakyatnya memang tercatat dengan tinta emas dalam sejarah. Kewibawaannya masih terdengar hingga kini di telinga lawan-lawannya. Janji Allah mengenai kebangkitan pada masa depan benar-benar menjadi mimpi buruk bagi mereka sehingga mereka melakukan berbagai cara untuk menghalanginya.

Peristiwa yang berlangsung di Gaza Palestina, serta di negara-negara yang umat Islamnya tertekan karena keyakinannya, seharusnya cukup untuk menyadarkan kita akan pentingnya perjuangan mengembalikan Khilafah di tengah umat. Ketika mereka tidak bisa berharap kepada para pemimpin umat Islam yang ada saat ini, satu-satunya jalan keluar untuk Gaza dan tempat lainnya adalah pengiriman pasukan dan senjata yang dikomando oleh khalifah.

Harapan mereka hanya terletak pada munculnya seorang khalifah, yaitu pemimpin yang disepakati umat untuk menegakkan hukum-hukum Allah semata. Khilafah yang akan menggerakkan seluruh potensi umat Islam di seluruh dunia. Khilafah akan membunyikan genderang perang terhadap siapa saja yang menindas rakyatnya. Insyaallah pada waktunya, Khilafah akan mengalahkan seluruh lawan-lawannya dan memulihkan kehormatan umat seperti seharusnya, termasuk mereka yang sekarang ini sedang tertekan di Gaza. Wallahualam bissawab.

mgid.com, 522927, DIRECT, d4c29acad76ce94f google.com, pub-2441454515104767, DIRECT, f08c47fec0942fa0