Oleh: Adelusiana
UNICEF, BPS, dan kementerian Komdigi mencatat 48 % anak Indonesia mengalami cyberbullying dan 50 % terpapar konten dewasa dan Lebih dari 596 ribu konten pornografi ditangani pemerintah. Di kutip dari, Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid berharap implementasi peraturan pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang tata kelola perlindungan anak di ruang digital (PP TUNAS) dapat berlaku penuh pada tahun depan.
Dia mengatakan saat ini regulasi sudah diterbitkan, namun pelaksanaannya masih menunggu kesiapan teknologi dari para platform digital. “Kami menunggu parah platform untuk menyiapkan teknologinya. Mudah-mudahan di tahun depan ini sudah bisa betul-betul diterapkan,” kata Meutya usai acara Anugerah Jurnalistik Komdigi pada Rabu (19/11/2025).
Banyak anak dan remaja terpapar konten pornografi, bullying, dan gaya hidup liberal dari social media. Namun harus dipahami bahwa media sosial bukan penyebab utama kerusakan generasi, Media sosial hanya sebagai amplifier yang mempertebal emosi, perasaan dan dorongan yang sudah ada sebelumnya.
Algoritma lah yang bekerja dengan mempelajari klik tontonan dan interaksi pengguna, selanjutnya terus menyodorkan konten serupa untuk memaksimalkan durasi dan keuntungan platform. Algoritma tidak menilai apakah konten yang ditawarkan benar atau salah ia hanya mengikuti pasar, karena itu ruang digital memperbesar kecenderungan buruk yang lahir dari perilaku masyarakat yang telah ada bukan menciptakan dari nol.
Akar persoalan sesungguhnya adalah penerapan sistem Sekulerisme -kapitalisme yang membentuk anak dan remaja tumbuh tanpa arah tujuan, tanpa penanaman akidah yang benar, tanpa penjagaan moral, dan tanpa lingkungan yang sehat. pendidikan sekuler mengabaikan pembentukan kepribadian mulia pada generasi.
Masyarakat liberal membebaskan segala perilaku, sementara ekonomi kapitalistik membuat orang tua sibuk bekerja hingga minim pengawasan dan pendidikan terhadap anak. sistem ini menciptakan lingkungan yang rapuh sehingga ruang digital hanya mempercepat kerusakan yang sudah ada.
Karena itu pembatasan akses media sosial melalui PP Tunas hanyalah solusi pragmatis yang menargetkan gejala bukan akar masalah. Kebijakan ini hanya menyentuh aspek teknis tanpa menyelesaikan rusaknya paradigma bernegara dan pendidikan yang melahirkan generasi rentan. Paradigma ini begitu berbahaya karena menjauhkan generasi dari jati dirinya sebagai Muslim. Paradigma sekuler menegaskan pemisahan aspek agama dalam mengatur kehidupan situasi ini sekaligus menegaskan bahwa negara tidak mampu menghadapi hegemoni digital global yang dikendalikan negara kapitalis dan Big Tech.
Negara kapitalis telah bergantung pada platform asing demi pemasukan ekonomi sementara dampak negatifnya dibiarkan menghantam rakyat, kemandirian infrastruktur digital pun tidak dibangun karena negara kekurangan dana dan abai terhadap perlindungan generasi.
Dalam kondisi seperti ini kerusakan akan terus berulang, kerusakan perilaku anak dan remaja hari ini sering disalahkan pada media sosial, padahal secara hakikat perilaku manusia dibentuk oleh pemahaman yang tertanam pada dirinya bukan oleh alatnya.
Media sosial adalah madaniyah produk kemajuan sains dan teknologi yang hukumnya mubah, ia bekerja mengikuti ideologi yang menguasai ruang digital. Karena yang menguasai dunia saat ini adalah ideologi kapitalisme maka media sosial menjadi alat penyebar nilai-nilai kapitalis, Liberal, sekuler, dll.
Islam menawarkan pendekatan berbeda, negara harus membangun benteng keimanan dan kepribadian Islam melalui pendidikan agar generasi memiliki standar berpikir yang benar.
Dalam negara Islam yakni khilafah syariat diterapkan secara menyeluruh dalam keluarga, masyarakat, media, ekonomi, dan politik. Sehingga membentuk kondisi ideal untuk melahirkan generasi berkepribadian Islam dan tangguh. Bahkan seandainya dunia membutuhkan platform digital baru yang algoritmanya sejalan dengan Islam maka hanya khilafah yang memiliki kapasitas politik, dana, dan dan kedaulatan teknologi untuk mewujudkannya.
Khilafah tidak tidak membangunnya untuk membangunnya untuk laba, tetapi untuk kemaslahatan umat. Dengan kemandirian infrastruktur digital, negara mampu menciptakan platform alternatif yang menandingi raksasa teknologi global dan menjaga big data umat dari eksploitasi.
Karena itu penyelamatan generasi hari ini tidak cukup dengan teknologi yang paling penting adalah menanamkan ideologi Islam sehingga aktivisme pemuda tidak terseret oleh agenda liberal demokratis, atau kepentingan global.
Generasi harus terlibat dalam dakwah politik bersama jamaah dakwah islam ideologis yang menjalankan Amar ma’ruf nahi munkar dan memperjuangkan menegakkan syariat Islam secara menyeluruh dalam bingkai negara khilafah.
Pembinaan seperti ini harus dilakukan di dunia nyata agar syaksyiyah (kepribadian Islam) mereka terbentuk kuat dan siap mengorbankan potensi terbaiknya untuk kebangkitan umat. Rasulullah Saw telah memberi teladan dalam membina para pemuda Muslim di Mekah beliau menanamkan aqidah sebagai qiyadah fikriyah (kepemimpinan berpikir) dan syariat sebagai solusi segala persoalan. dari pembinaan inilah lahir generasi mush’ab, Ali, Zubair, dan para pemuda tangguh yang berjuang mendirikan dakwah Islam di Madinah dan membangun peradaban gemilang.
Inilah peta jalan perubahan bagi generasi muslim hari ini yakni memperbaiki pemahaman Islam dan memperkuat identitas Islam mereka serta melibatkan mereka dalam perjuangan melanjutkan kembali kehidupan Islam. Wallahu a’lam bi ash-shawaab.






