Securitynews.co.id, PALEMBANG- Badan Meterologi dan Geofisika (BMKG) Sumatera Selatan (Sumsel) mengadakan sosialisasi tentang cuaca dan iklim yang berlangsung di Hotel Amaris Palembang, Selasa (10/12). Sosialisasi yang dibuka langsung Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Kenten Palembang, Nuga Putrantijo SP MSi diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kemampuan pemahaman jurnalis terkait informasi meteorologi, klimatologi dan geofisika. Sebelumnya, BMKG juga telah melakukan sosialiasi ini kepada para penyuluh dan peneliti.
Sosialisasi yang dimulai sejak pukul 09.30 WIB tersebut mengangkat tema “Iklim Dikenali, Informasi Dicermati, Masyarakat Terlindungi”.
Menurut Nuga, kegiatan sosialisasi agroklimat ini diharapkan dapat menjembatani transfer pengetahuan dari para ahli dalam klimatologi hingga ke tingkat akar rumput, misalnya petani.
Sebagaimana diketahui BMKG secara rutin menyiapkan iklim, di antaranya analisis dan prakiraan hujan bulanan, prakiraan musim hujan/musim kemarau, ketersediaan air tanah bulanan, serta tingkat kekeringan bulanan. Informasi tersebut memuat berbagai batasan kriteria, terminilogi, serta istilah teknis yang perlu dipahami oleh para pengguna sehingga pemanfaatannya lebih optimal. Peningkatan pemahaman informasi iklim dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya melalui kegiatan sosialiasi agroklimat. Tidak hanya melakukan sosialisasi agroklimat kepada petani, tetapi kepada jurnalis di Palembang dan sekitarnya. Hal ini dilakukan agar pemberitaan yang dipublikasikan dapat mudah dimengerti.
Pada kegiatan ini peserta sosialisasi tersebut, peserta mengenal unsur-unsur cuaca dan fenomena cuaca, memahami perbedaan cuaca dan iklim, serta mempelajari dan memahami perbedaan unsur cuaca.
TMC (teknologi modifikasi cuaca), ini dilakukan sebagai upaya mitigasi pencegahan karhutla. Pengenalan beberapa istilah terkait cuaca seperti El Nino, La Nina, MJO (Madden Julian Oscillation), Mansun, Badai Tropis, awan cumulonimbus dan puting beliung. konvergensi dan lain-lain.
Sementara itu, Kepala Seksi Data Informasi Stasiun Stasiun Klimatologi Palembang, Nandang Pangaribowo saat ini di wilayah Provinsi Sumatera Selatan sudah memasuki musim hujan dan berbarengan dengan peralihan dari musim kemarau dan musim penghujan.
Berdasarkan data HTH BMKG di wilayah Sumatera Selatan, sudah ada spot-spot hujan yang merata namun curah hujannya belum sporadis, hal ini menurut Nandang karena curah hujan di wilayah Sumsel masih dalam intensitas ringan hingga sedang.
Nandang juga mengatakan beberapa hal yang patut diwaspadai terkait dengan cuaca yang terjadi saat ini, khususnya di wilayah Sumatera Selatan juga berpotensi terjadi angin kencang. Hal ini disebabkan karena topografi di wilayah tengah dan barat bertofografi landai seperti di daerah Muaran Enim, Banyuasin, sebagian Musi Banyuasin, sebagian OKI, serta sebagian OKU Timur.
Puncak musim hujan yang sudah dirilis sejak bulan Oktober 2019, terjadi di bulan Februari hingga Maret 2020
“Peningkatan perubahan iklim disebabkan oleh manusia. Semakin bertambahnya populasi, semakin banyak aktivitas. Hal ini berdampak terhadap perubahan iklim di daerah tersebut,” tambah Nandang.
Sementara itu, Kepala Seksi Observasi dan Informasi Meterologi SMB II Palembang Bambang Benny Setiaji mengatakan, sumber yang lebih valid tentang iklim itu dipegang oleh Nandang. Sedangkan dirinya menguasai informasi soal cuaca.
“Cuaca itu waktu yang sebentar dan area yang sempit. Misalnya, waktunya lebih dari tujuh hari atau sepuluh hari, itu sudah ranah iklim (Stasiun Klimatologi). Tapi kalau ada kejadian, misalnya puting beliung di Jakabaring. Itu ranah Stasiun Meteorologi. Jadi kalau di atas tujuh hari bukan ranah Meteorologi lagi. Makanya kami sarankan mintanya ke Klimatologi,” katanya.
Data yang untuk Meteorologi, ia melanjutkan, terbatas hanya di Sultan Mahmud Badaruddin II dan sekitarnya.
“Sedangkan untuk Stasiun Klimatologi bisa ratusan titik cakupannya. Bahkan Automatic Weather Stations (AWS) tersebar di seluruh wilayah Sumsel, yang memuat data tentang curah hujan. Jadi itu batasan wilayahnya,” katanya.
Beny mengimbau kepada para jurnalis agar pemberitaan terkait dengan modifikasi cuaca menghilangkan terminologi hujan buatan. “Semua titik semai yang melakukan titik penyemaian bisa langsung dilihat hasilnya, hanya saja bicara soal verifikasi, ada verifikasi 24 jam yang digunakan BPBD itu harus ditinjau ulang”. Menurut BMKG ada sebenarnya ranah atau batasan, BMKG hanya menyajikan data, dan bukan lembaga pengambil keputusan.
Laporan : Jean
Editor/Posting : Imam Ghazali