Oleh : Nazriah
Terbongkarnya sindikat penjualan bayi jaringan internasional diduga terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO) menjadi pusat perhatian masyarakat saat ini. Diketahui sudah beroperasi sejak 2023, dan sudah terjual 24 bayi ke Singapura. Kasus ini mengarah dari penculikan anak atau bahkan adanya dorongan kelemahan dari ibu dan anak hingga dimanfaatkan oleh sindikat perdagangan orang, kelemahan itu bisa berasal dari faktor kemiskinan yang membuat orang-orang tega melakukan kejahatan, bahkan seorang ibu pun tega menjual anaknya sendiri hanya demi sejumlah uang.
Berdasarkan berita yang dilansir dari www.beritasatu.com, Polda Jawa Barat mengungkap sindikat jual bayi internasional yang telah menjual sebanyak 24 bayi ke Singapura. Setiap bayi dijual dengan harga Rp 11 hingga Rp 16 juta, tergantung kondisi dan permintaan. Bayi-bayi yang telah dijual ini kebanyakan masih berusia 2 bulan dan 3 bulan bahkan sudah dipesan sejak dalam kandungan dan berasal dari berbagai wilayah di Jawa Barat. Dalam pengembangan kasus ini, polisi berhasil menyelamatkan lima bayi yang berada di Pontianak dan rencananya akan dikirim ke Singapura lengkap dengan dokumen palsu. Satu bayi lainnya ditemukan di Tangerang dan kini berada dalam perlindungan kepolisian. Polda Jabar menyatakan akan bekerja sama dengan Interpol untuk menelusuri jejak bayi-bayi yang diduga sudah berhasil masuk ke Singapura. “Kita akan berkoordinasi dengan Interpol untuk proses lanjutan dan identifikasi bayi yang sudah dijual,” tambahnya.
Kasus sindikat penjualan bayi lintas negara ini adalah hasil dari kegagalan pembangunan ekonomi kapitalis dan politik demokrasi. Kejahatan penjualan bayi terindikasi TPPO muncul dari habitat kemiskinan yang membelenggu perempuan. Kemiskinan ini adalah hasil dari keputusan politik dan arah pembangunan di Indonesia. Lapangan pekerjaan sulit di dapat dan harga sandang, pangan, papan yang meninggi semakin membelenggu masyarakat saat ini. Dari kemiskinan inilah banyak timbul kejahatan seperti mencuri, pembegalan, dan lain-lain bahkan tega menjual keluarga nya sendiri.
Di Indonesia, kemiskinan bertemu dengan ekosistem TPPO yang kuat, menjadikan perempuan dalam pusaran kejahatan, dan mencabut sisi kemanusiaan nya termasuk sebagai seorang ibu. Akibatnya anak tidak terlindungi bahkan sejak dalam kandungan. Kemiskinan yang membuat seorang ibu harus berkerja hingga membuat anaknya kurang mendapatkan perhatian, seorang ibu dapat terjerumus dalam pergaulan bebas, karena kemiskinan pula seorang ibu tega menelantarkan, membuang, dan menjual anaknya.
Sungguh ironis, akhir-akhir ini banyak sekali kasus orang-orang mampu ataupun tak mampu memperjual-belikan anaknya, dengan alasan kesulitan ekonomi hingga beranggapan bahwa anak itu tidak diharapkan. Anak merupakan salah satu amanah yang diberikan Allah SWT kepada hambanya. Sebagai hamba yang lemah, kita diberikan amanah untuk menjaga, merawat, membesarkan dan mendidik anak-anak tersebut. Allah swt jelas mengharamkan jual beli anak. Keharamannya didasarkan pada hadits shahih yang mengharamkan jual beli manusia merdeka (bukan budak). Rasulullah SAW telah bersabda dalam sebuah hadits qudsi : Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW, beliau bersabda : Allah berfirman : “Ada tiga golongan yang Aku (Allah) akan menjadi lawan mereka pada Hari Kiamat nanti; seorang yang bersumpah dengan menyebut nama-Ku lalu berkhianat, seorang yang menjual seorang yang merdeka (bukan budak) lalu memakan hasilnya, dan seorang yang mempekerjakan seorang pekerja (lantas) ketika pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, orang itu tidak membayar upahnya.” (HR. Muslim : no 2114).
Dalam hadits tersebut jelas Allah SWT melarang seorang yang merdeka (bukan budak). Pada hakikatnya bayi adalah orang yang merdeka. Alasan apapun tidak membenarkan kejahatan itu. Semuanya alasan batil yang tidak ada nilainya sama sekali dalam pandangan syariah Islam. Beginilah sistem sekuler kapitalisme yang mencekam negeri ini, membuat orang-orang memisahkan agama dari kehidupannya sehingga semua tindak kejahatan marak tak terkendali. Termasuk kasus perdagangan anak, parahnya lagi ada peran pegawai pemerintahan yang seharusnya menjaga dan melindungi masyarakat, malah ikut dalam tindak kejahatan tersebut. Seharusnya kehidupan harus berlandaskan pada agama yang akan meriayah setiap individu untuk melakukan perbuatan baik dan mencegah dari yang buruk.
Demikianlah saat aturan Allah tidak dijalankan, menjadikan fitrah manusia hilang dan akal menjadi lenyap. Anak-anak tidak berdosa dengan teganya mereka memperlakukan seperti barang, di perjual-belikan hanya karena uang. Padahal perbuatan ini sangat dilarang dalam Islam.
Berbeda dengan sistem kapitalis atau sosialis, sistem pemerintahan Islam atau khilafah adalah sistem yang ideal untuk mengatur masyarakat berdasarkan hukum-hukum syariah Islam. Dalam konteks perlindungan anak, Islam tentu melindungi dan menjaga seorang anak. Islam menjadikan anak sebagai aset bangsa yang strategis, karena merupakan generasi penerus yang akan mewujudkan dan menjaga peradaban Islam yang mulia. Islam memiliki berbagai mekanisme untuk menjadi seorang anak baik sejak dalam kandungan, termasuk menjaga nasab anak. Di dalam Islam pula negara memfasilitasi kebutuhan anak-anak baik dalam kesehatan, ekonomi, dan pendidikannya, orang tua hanya perlu mendidik anak-anak mereka. Negara menjamin kesejahteraan dan memenuhi semua kebutuhan pokoknya dengan baik.
Anak-anak juga akan di didik dengan sistem pendidikan yang berlandaskan akidah. Sistem pendidikan yang berbasis akidah akan menjadikan semua individu bertanggung jawab melindungi anak-anak, termasuk orang tuanya dan semua pihak termasuk aparat negara. Orang-orang yang menjual-belikan anaknya tentu akan mendapat sanksi tegas dalam Islam. Dengan sanksi yang tegas inilah orang-orang akan jera dan kejahatan seperti ini tidak akan terjadi lagi. Anak merupakan seorang tak berdosa dan belum mengerti, sebagai orang tua tentu kita akan menjaga, merawat, dan mendidiknya bukan menelantarkannya, apalagi menjualnya. Wallahu a’lam bisshawab.