SecurityNews.Co.Id Palembang | Rapat Koordinasi iklan kampanye untuk media cetak dan elektronik Pilkada serentak tahun 2020 digelar diruang rapat KPU Sumsel, Jumat (6/11/2020).
Ketua KPU Sumsel Kelly Mariana mengatakan, iklan kampanye dimulai pada 22 November hingga 5 Desember 2020.
“Kampanye itu kan bisa dilakukan di media elektronik, radio, televisi, atau media cetak. Kami pertanyakan kesiapan KPU kabupaten dan kota,” ujarnya.
Kelly menuturkan, pemasangan iklan kampanye harus menaati peraturan yang ada. “Untuk media televisi, atau radio, itu ada durasinya maksimal berapa detik. Iklan media daring. Bahkan akun medsos paslon juga harus didaftarkan ke KPU, itu maksimal 20 akun medsos,” terangnya.
“Jadi iklan di medsos tidak boleh lebih dari 20 akun. Kalau terbukti lebih dari 20 akun, maka akan ada sanksinya, itu diawasi Bawaslu,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil ketua KPID Sumsel Hepriadi mengatakan, terkait teknis iklan kampanye 22 November – 5 Desember 2020
“Kami sudah menyampaikan kepada KPU, karena KPID memang sebagai lembaga penyiaran sesuai dengan amanah UU 32 tahun 2002 bahwa lembaga penyiaran itu di awasi oleh KPI dan KPID,” katanya.
Berkaitan dengan pilkada, lanjut Hepriadi, sesuai dengan kesepakatan di pusat, KPI, KPU, Bawaslu dan dewan pers sebagai gugus tugas pilkada tentu membuat kesepakatan mengenai isi siap pemberitaan dan iklan kampanye, semua di satukan untuk membuat kesepakatan dengan materi yang di sampaikan
“Tentu semua punya peraturan masing masing , artinya nanti bagaimana pelaksanaan kedepan sehingga dapat koordinasi ini kami diundang KPU untuk menyampaikan persoalan teknis kampanye tanggal 22 November sampai 5 Desember 2020,” bebernya.
“Kalau kami menyampaikan ke KPU dan Bawaslu lembaga penyiaran yang berizin. Jadi kalau lembaga penyiaran tidak berizin tidak akan kami rekomendasikan untuk memasang iklan kampanye,” paparnya.
“Jadi memang ada lembaga penyiaran yang izinnya nanti tidak diurus tapi masih bersinar, dan itu bisa dilaporkan ke pihak kepolisian karena itu sudah tindakan menyalahi bahkan bisa ke arah pidana,” tegasnya.
Hepriadi menjelaskan, KPID sekarang lebih banyak ke kontennya. Jadi isi dari program program yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran itu apa saja, kalau memang di anggap melanggar P3SPS dan tidak sesuai ketentuan peraturan pilkada maka KPID lebih memberikan sanksi kepada lembaga penyiarannya. Sementara KPU dan Bawaslu lebih kepada paslonnya.
“Jadi kami memberikan sanksi atau teguran. Berarti harus ada dewan pers juga, karena dewan pers bicara soal kode etik jurnalis,” tutupnya. (Akip)