Oleh: Nina Fanindra
Belum berakhir derita genosida yang dialami warga Palestina. Saat ini, Sudan menyusul mengalami hal yang serupa. Kondisi Sudan hampir mirip dengan kondisi yang ada di Gaza. Di sana sedang terjadi genosida yaitu pemberantasan etnis secara besar-besaran oleh suatu kaum. Hanya saja pelakunya adalah saudaranya sendiri atau lebih dikenal dengan perang antar saudara.
Perang di Sudan tepatnya di daerah El fasher, Darfur, terjadi karena perebutan wilayah kekuasaan yang disinyalir memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti emas, minyak dan lain sebagainya. Perang saudara yang terjadi antara dua kubu militer yakni SAF dan juga RSF, menyebabkan warga sipil yang menjadi korban. SAF merupakan Angkatan Bersenjata Sudan, sedangkan RSF Pasukan Dukungan Cepat. Masing-masing ingin menguasai daerah tersebut, sehingga segala cara dilakukan demi mendapatkannya.
Konflik yang terjadi di Sudan telah membawa dampak yang sangat buruk bagi warga Sudan, terutama wanita dan anak-anak. Para wanita dan anak-anak menjadi korban pemerkosaan, bahkan sampai ada yang disiksa hidup-hidup. Sejak terjadinya perang antar saudara, mereka tidak bisa hidup dengan tenang. Banyak warga yang meninggal dunia, begitu juga orang-orang yang mengungsi tidak sedikit. Korban dari perang di Sudan lebih banyak dan lebih parah dibandingkan dengan genosida yang ada di Gaza. Alhasil, warga asli Darfur mencari tempat berlindung yang aman. Wilayah mereka terisolasi tidak ada bantuan makanan dan obat-obatan yang masuk.
Dilansir dari Republika.id. KHARTOUM – Sebanyak 1.500 warga Sudan meninggal dalam waktu tiga hari menyusul penguasaan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di el-Fasher. Angka ini menandai eskalasi mengerikan perang saudara di Sudan.
Aljazirah melaporkan, RSF yang berperang melawan militer Sudan untuk menguasai negara itu menewaskan sedikitnya 1.500 orang selama tiga hari terakhir ketika warga sipil mencoba melarikan diri dari kota yang terkepung. Jaringan Dokter Sudan mengatakan pada hari Rabu, kelompok yang memantau perang saudara di negara tersebut menggambarkan situasi tersebut sebagai “genosida yang nyata”.
“Pembantaian yang disaksikan dunia saat ini merupakan perpanjangan dari apa yang terjadi di el-Fasher lebih dari satu setengah tahun lalu, ketika lebih dari 14.000 warga sipil terbunuh akibat pemboman, kelaparan, dan eksekusi di luar hukum,” kata kelompok tersebut.
Pembantaian yang terjadi di Sudan dikarenakan perebutan wilayah kekuasaan atas sumber daya alam yang melimpah salah satunya adalah emas. Kekuatan masing-masing pasukan ternyata ada yang mendekengi. Sebut saja pasukan RSF diketahui mendapat pasokan senjata dari negara Uni Emirat Arab, dan ternyata pasukan RSF ini mengirimkan hasil tambang yaitu berupa emas ke negara Arab.
Sebagai sesama negara muslim seharusnya Arab membantu ikut meredakan perpecahan yang terjadi di Sudan, bukan justru memihak salah satu pemberontak.
Di sinilah letak pengaruh sistem kapitalis sekular. Di mana orang-orang berebut kekuasaan suatu wilayah untuk mendapatkan sumber daya alam yang sangat melimpah untuk kepentingan pribadi. Mereka dibuat silau oleh kilau emas yang ada di Sudan. Mereka gunakan hasil kekayaan tersebut hanya untuk memuaskan hawa nafsu saja, yang harusnya kekayaan tambang merupakan titipan dari Allah yang ada di muka bumi ini diperuntukkan bagi kemaslahatan rakyat, bukan hanya kepentingan segelintir individu.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang sudah terbukti memimpin dunia selama tiga belas abad lamanya. Dalam sistem Islam, kekayaan alam diatur pengelolaannya, hanya negara yang boleh mengelola hasil tambang, dan hasilnya digunakan untuk kemakmuran rakyat. Ketika tambang emas yang berada di Sudan menjadi perebutan antar kelompok, maka kekacauan dan kehancuran akan terjadi di wilayah tersebut. Seperti yang terjadi sekarang ini, Sudan menjadi daerah perebutan bagi kelompok tertentu. Alhasil warga sipil terkena dampak akibat perang tersebut.
Inilah akibat jika umat tidak memiliki satu pemimpin. Seorang pemimpin mempunyai kekuasaan untuk memberikan komando kepada para tentara untuk berjihad memerangi musuh yang tidak mau diatur oleh syariat Islam. Saat ini, Umat tidak mempunyai pelindung. Maka yang terjadi adalah umat terpecah belah. Ketika ada umat di belahan lain yang diserang, maka tidak ada yang melindungi. Sebagai salah satu contohnya adalah Sudan, yang diperangi oleh saudaranya sendiri.
Pembunuhan terjadi secara masif dan tidak terkendali. Bahkan pemimpin wilayah tersebut tidak mampu meredam pembantaian yang ada disana. Maka dari itu umat muslim yang ada di seluruh dunia hendaknya bersatu di bawah kepemimpinan yang menerapkan syariat Islam secara revolusioner. Wallahu’alam.





