Oleh: Muryani
Menurut Data Reportal, pengguna media sosial di Indonesia pada akhir 2025 sejumlah 180 juta. Menariknya, pengguna tersebut didominasi perempuan sebesar 56,3%, sedangkan sisanya (43,7%) adalah laki-laki. Jumlah tersebut setara dengan 62,9% total populasi di Indonesia yang diperkirakan mencapai 286 juta jiwa.
Pada era digital saat ini, media sosial menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari generasi muda muslim. Mereka biasa menggunakan media sosial untuk mencari informasi, membangun relasi, hingga mengekspresikan diri. Rata-rata waktu yang dihabiskan generasi muda di media sosial adalah antara 2–4 jam per hari dan sebagian mereka menghabiskan waktu lebih dari itu. Sebuah survei di Lampung, misalnya, menemukan sekitar 21,36% responden menghabiskan waktu 5–8 jam per hari, dan 15,91% bahkan lebih dari 8 jam. Saat menghabiskan waktu di media sosial ada berbagai konten berbahaya yang mengancam generasi muda seperti pornografi, judol, pinjol, cyberbullying, dan sebagainya.
Paparan masif media sosial di kalangan generasi muda bukan hanya membentuk cara berpikir, bersikap, dan gaya hidup mereka, tetapi juga memengaruhi cara mereka memahami agama. belajar agama yang dulu bertumpu pada guru dan majelis ilmu, kini bergeser pada algoritma media sosial yang tentunya tidak layak dijadikan acuan.
Hari ini kita hidup dalam sistem sekuler/rusak yang memisahkan agama dari kehidupan, sistem yang mencabut potensi generasi muda dari fitrahnya. Nilai sekuler mengajarkan agama itu urusan pribadi. Di medsos berseliweran konten yang menyatakan bahwa kebenaran itu relatif. Pernyataan tersebut sejalan dengan pandangan pemikir Barat, Charles Kimball, melalui bukunya, When Religion Becomes Evil, absolute truth claim, sebagai ciri pertama dari agama jahat (evil). Padahal dalam Islam, kebenaran itu bersifat tetap, tidak relatif, sebagaimana yang diyakini oleh orang Barat, sebagai akibat dari penggunaan metode ilmiah.
Medsos juga memberikan standar rusak: yang penting viral, bukan benar. Generasi muda dijejali beragam konten tiap hari. mulai dari gaya hidup hedonistik, membandingkan dengan orang lain. Akibatnya generasi muda mudah overthinking; haus validasi, tapi minim refleksi diri; banyak berpikir, tapi salah arah; dan sebagainya.
Data menunjukkan bahwa generasi muda rentan terhadap stres dari perbandingan sosial di platform seperti Instagram dan TikTok, serta mengalami FOMO / takut tertinggal dari lingkungannya. Dari survei I‑NAMHS (2022), 1 dari 3 remaja Indonesia (sekitar 34,9% atau 15,5 juta remaja usia 10–17 tahun) mengalami masalah kesehatan mental dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Dari kelompok tersebut, sekitar 5,5% remaja dilaporkan mengalami gangguan mental.
Yang memprihatinkan, berdasarkan Data Statistik Fintech Lending Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2023, mayoritas nasabah pinjol adalah generasi muda, terutama dari kelompok usia 19–34 tahun. Mereka tercatat sebagai kelompok usia penerima terbesar kredit pinjol, yakni 54,06% atau mencapai Rp27,1 triliun. Menurut survei, 58% generasi muda lebih sering menggunakan pinjol untuk gaya hidup dan hiburan.
Sistem sekuler kapitalisme mempromosikan budaya konsumerisme melalui medsos, menjadikan generasi muda muslim membuang standar syariat. Mereka terjerat riba pinjol demi mengejar kesenangan dan merusak karakter kepribadiannya sebagai muslim.
Di balik bisingnya dunia medsos, ada para kapitalis yang mengeruk cuan. Menurut Forbes (akhir November 2025), peringkat teratas orang terkaya diduduki oleh raksasa pemilik medsos dunia, Google, YouTube, dan Meta. Lihat saja kekayaan CEO Meta Mark Zuckerberg yang mengalami peningkatan USD12 miliar menjadi USD267 miliar atau setara Rp4.375 triliun. Kekayaannya melebihi belanja APBN Indonesia 2025!
Para kapitalis pun membidik generasi muda sebagai pasar strategis untuk menumpuk kekayaan. AS sebagai pengusung ideologi kapitalisme dengan sistem sekuler liberal sebagai asasnya—berusaha untuk mengekspor nilai-nilai rusak (liberalisme, hedonisme, permisif, dll.) ke negeri-negeri muslim. Sarana yang tepat untuk menancapkan ke dalam tubuh generasi muda melalui medsos.
Alhasil, generasi muda muslim akan jauh dari Islam, bahkan meninggalkan Islam. Potensi besar generasi muda sebagai pelopor perubahan akan mati. Geliat kontribusi untuk kebangkitan umat berganti menjadi mangsa pasar empuk bagi kapitalis. Generasi muslim akan dibajak sebagai pengokoh sistem rusak sekuler kapitalisme dengan dijadikan budak digital
Khilafah memiliki fungsi utama sebagai raa’in (pengurus rakyat) dan junnah (pelindung/perisai). Hal ini disabdakan oleh Rasulullah SAW “Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan sabda Nabi ﷺ tersebut, seluruh kebijakan Khilafah dirancang untuk menjaga dan menyelamatkan generasi. Perlindungan ini tidak hanya berlaku di dunia nyata, melainkan juga mencakup ruang digital yang hari ini menjadi lingkungan hidup utama bagi anak muda. Dengan visi ideologis yang jelas, Khilafah akan memastikan bahwa setiap kebijakan digital, pendidikan dan informasi selalu berpihak pada penjagaan akidah, akhlak, dan intelektualitas umat.
Khilafah adalah negara independen yang tidak bergantung pada kekuatan asing, termasuk dalam bidang teknologi digital. Kemandirian ini memungkinkan negara untuk mengembangkan sendiri infrastruktur digital, perangkat lunak, keamanan siber dan teknologi kecerdasan buatan, semua ditujukan sepenuhnya untuk kemaslahatan Islam dan kaum muslim.
Pada dunia pendidikan, riset dan inovasi akan mendapat dukungan penuh dari negara. Teknologi akan menjadi alat penguatan umat, bukan instrumen penjajahan budaya maupun politik. Dalam pengelolaan ruang digital, negara akan melakukan penyaringan ketat terhadap seluruh konten yang merusak akidah, kepribadian Islam, dan struktur sosial umat menggunakan teknologi yang paling mutakhir. Ruang digital diarahkan menjadi sarana pendidikan Islam, penyebaran dakwah, dan media propaganda negara untuk menunjukkan kekuatan peradaban dan ketangguhan umat Islam kepada dunia.
Penegakan syariat Islam secara kafah akan menghilangkan akar kerusakan yang saat ini subur di ruang digital, baik pornografi, kriminalitas, penipuan, maupun liberalisasi. Oleh karena itu, perjuangan menegakkan Khilafah bukan sekadar kewajiban syar’i, melainkan juga kebutuhan mendesak demi menyelamatkan generasi dari kehancuran peradaban modern.
Rasulullah SAW bersabda, “Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: waktu mudamu sebelum datang masa tuamu.” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi).
Generasi muda memiliki potensi luar biasa. Kekuatan fisik, puncak vitalitas, energi, dan mental. Rasulullah SAW membina para sahabat dengan ideologi Islam sehingga terbentuk sosok tangguh seperti Ali bin Abi Thalib yang rela tidur di ranjang Nabi saat malam Hijrah (usia belasan tahun). Usamah bin Zaid memimpin pasukan besar pada usia 18 tahun. Para pemuda Ashabul Kahfi yang berjuang menolak sistem kufur.
Mereka semua bukan cerita fiksi atau superhero dalam film Marvel. Mereka adalah manusia teladan, role model bagi generasi era sekarang. Sudah saatnya pemuda muslim hari ini menyadari bahwa mereka bukanlah objek penjajahan digital, melainkan subjek perubahan menuju kebangkitan Islam, sebagaimana generasi pendahulu mereka.
Potensi pemuda muslim harus diarahkan dengan pembinaan Islam kafah. Yang akan mampu membentuk identitas mereka sebagai seorang muslim. Membentuk cara berpikir dan berperilaku islami sehingga terbangun kesadaran dalam diri generasi bahwa Allah tidak menciptakan mereka sebagai follower, tapi pemimpin di muka bumi.
Allah SWT berfirman, “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’” (QS Al-Baqarah: 30).
Pembinaan Islam kafah juga akan mampu mencetak generasi pejuang yang layak untuk mengemban dakwah. Dakwah untuk menegakkan kembali Khilafah Islamiah akan menjadi perisai untuk melindungi generasi dan mengembalikan posisinya sebagai pemimpin peradaban yang mulia.
Allah SWT berfirman dalam QS An-Nur ayat 55, “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kalian yang beriman dan beramal saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. ***












