Oleh: Suciyati
Wanita bernama Irene Sokoy dan bayi dalam kandungannya meninggal dunia setelah ditolak empat rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura, Papua. Gubernur Papua, Matius D Fakhiri, meminta maaf dan menyebut hal itu terjadi karena kesalahan jajaran pemerintah di Papua.
Dilansir detikSulsel, Minggu (23/11/2025), Irene merupakan warga Kampung Hobong, Distrik Sentani, Jayapura. Irene dan bayinya dinyatakan meninggal dalam perjalanan bolak-balik menuju RSUD Dok II Jayapura setelah ditolak beberapa rumah sakit pada Senin (17/11), sekitar pukul 05.00 WIT.
“Kematian seorang ibu hamil Irene Sokoy dan bayinya adalah tragedi yang memilukan. Empat rumah sakit diduga menolak korban,” ujar Kepala Kampung Hobong Abraham Kabey.
Abraham menyebutkan Irene ditolak empat rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura. Menurut dia, hal itu sangat menyakitkan bagi masyarakat.
Suami almarhum, Neil Kabey, juga kecewa atas pelayanan rumah sakit terhadap istrinya. Dia mengatakan tidak ada dokter saat istrinya membutuhkan penanganan darurat.
“Kalau saat itu di RSUD Yowari ada dokter, saya yakin istri dan anak saya masih hidup. Kenapa tidak ada dokter pengganti jika memang dokter saat itu tidak ada,” kata Neil.
Gubernur Papua Matius D Fakhiri menyampaikan permohonan maaf dan dukacita. Dia mengatakan peristiwa itu menjadi contoh buruknya pelayanan medis di Papua.
“Saya baru mau memulai, tetapi Tuhan sudah memberikan satu contoh kebobrokan pelayanan kesehatan di provinsi di Papua. Saya mohon maaf dan turut berduka yang mendalam atas kejadian dan kebodohan jajaran pemerintah mulai dari atas sampai ke tingkat bawah. Ini kebodohan yang luar biasa yang dilakukan oleh pemerintah,” kata Fakhiri dalam keterangannya.
Dia berjanji akan melakukan evaluasi dan memastikan semua direktur rumah sakit yang berada di bawah Pemprov Papua akan diganti. Dia juga menyebutkan banyak peralatan medis yang rusak karena diabaikan oleh para direktur.
“Hal ini sudah saya minta langsung ke Menteri Kesehatan untuk memperbaiki pelayanan kesehatan di rumah sakit yang ada di Provinsi Papua. Saya yakin ada sekat-sekat yang merusak pelayanan akan diperbaiki ini,” ujarnya.
Apabila kita teliti kasus penolakan rumah sakit terhadap pasien tidak lain adalah efek dari bobroknya sistem pelayanan kesehatan yang ada. Banyak rumah sakit yang masih terjebak pada logika administrasi. Pasien yang datang dalam kondisi kritis kerap disodori formulir, diminta uang muka, atau bahkan diarahkan ke rumah sakit lain dengan alasan kamar penuh, dokter tidak ada atau fasilitas tidak memadai. Ironisnya, proses administrasi yang rumit itu berlangsung justru pada saat nyawa seseorang sedang bergantung pada hitungan menit. Situasi ini menunjukkan bahwa sistem kesehatan lebih memprioritaskan prosedur dibanding keselamatan manusia. Ketika birokrasi memenangkan pertarungan melawan urgensi medis, yang kalah adalah rakyat.
Inilah gambaran nyata akibat penerapan sistem sekuler kapitalis. Aturan hidup yang menjadikan motif pelayanan kesehatan sebagai motif bisnis materialistik.
Negara sekuler yang mengabaikan peranannya sebagai raa’in atau pemimpin yang bertanggung jawab atas kesejahteraan umat telah membuat sektor kesehatan menjadi komoditas yang diperdagangkan. Dalam sistem sekuler, kesehatan tidak lagi dipandang sebagai hak dasar yang harus dijamin negara, tetapi lebih sebagai industri yang dikendalikan oleh kepentingan ekonomi.
Penguasa, yang seharusnya hadir sebagai pelindung dan pengayom rakyat, justru lebih fokus pada peran sebagai regulator dan fasilitator, tanpa melihat kebutuhan nyata masyarakat akan layanan kesehatan yang adil dan merata.
Pelayanan kesehatan merupakan tanggung jawab negara, Pemerintah bertanggung jawab mengatur dan melindungi hak atas kesehatan masyarakat secara optimal. Tanggung jawab pemerintah dalam pemenuhan hak atas kesehatan diwujudkan dalam bentuk penyediaan sarana dan fasilitas kesehatan yang layak, serta mudah diakses oleh masyarakat.
Negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan pokok berupa pangan, papan, dan sandang untuk tiap-tiap individu rakyat. Negara juga wajib menyediakan pelayanan keamanan, pendidikan dan pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat. Hal itu merupakan bagian dari kewajiban mendasar negara (penguasa) atas rakyatnya. Abainya negara saat ini merupakan bukti bahwa bobroknya sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Berbeda Dalam Islam, pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang wajib disediakan oleh Negara secara cuma-cuma. Fasilitas kesehatan merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh rakyat. Semua itu merupakan kemaslahatan dan fasilitas publik (al-mashâlih wa al-marâfiq) yang wajib dipenuhi Negara. Hal ini didasarkan pada dalil umum yang menjelaskan peran dan tanggung jawab Imam/Khalifah untuk mengatur seluruh urusan rakyatnya (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar).
Konsep jaminan kesehatan Khilafah terpancar dari mata air pemikiran yang bersumber al-Quran dan as-Sunnah. Beberapa prinsip dari konsep agung tersebut adalah:
Pertama, pelayanan kesehatan termasuk dalam pelayanan dasar publik.
Kedua, Negara bertanggung jawab penuh.
Ketiga, pembiayaan berkelanjutan yang sesungguhnya.
Keempat, kendali mutu yang sesungguhnya. Konsep kendali mutu jaminan kesehatan Khilafah berpedoman pada tiga strategi utama: administrasi yang simple, segera dalam pelaksanaan dan dilaksanakan oleh personal yang kapabel.
Demikian Islam telah mengatur dengan sangat rinci bagaimana keluarga dan negara memiliki peran sangat penting dalam menjamin kesehatan masyarakat. Sebuah sistem yang sempurna yang akan senantiasa membawa keberkahan bagi kaum Muslim, bahkan bagi umat manusia seluruhnya. Ini sangat berbeda dengan sistem sekular kapitalis yang diterapkan saat ini. Sudah saatnya kita semua berjuang untuk melepaskan diri dari jerat sistem yang rusak ini dan menggantinya dengan sistem Islam, sistem yang dicontohkan oleh Rasulullaah saw. dan diperintahkan oleh Allah SWT yang membawa rahmat dan keberkahan bagi seluruh alam. WalLahu a’lam bi ash-shawwab.






