Gen Z Wajib Menolak 2 State Solusion

Oleh: Rima Liana

Agenda solidaritas Global Sumud Flotilla terbentuk atas dasar protesnya komunitas dari tiap negara. Bahkan sempat terjadi gelombang demonstrasi besar di Maroko yang dipimpin oleh kelompok Gen Z 212. Memasuki hari keenam pada Jumat (3/10/2025) mereka menuntut agar pemerintah saat ini dibubarkan, menyusul kegagalan memenuhi hak-hak sosial rakyat. Tuntutan ini muncul setelah demonstrasi baru kembali digelar pada Kamis (2/10/2025) di berbagai kota, menyoroti reformasi sektor kesehatan dan pendidikan. Berdasarkan pernyataan dari Gen Z 212 mereka menuntut pemecatan pemerintah saat ini lantaran gagal melindungi hak konstitusional rakyat Maroko.
Sementara di sisi lain, pada Kamis (2/10/2025), setelah Israel mencegat armada kapal bantuan kemanusiaan yang hendak menuju Gaza. Puluhan ribu orang turun ke jalan untuk menyuarakan kemarahan. Namun, sebagian aksi berubah ricuh dengan perusakan fasilitas publik dan pertokoan. Israel menuai kecaman internasional usai pasukan bersenjatanya menaiki sekitar 40 kapal yang berusaha menembus blokade laut Gaza. Lebih dari 400 aktivis asing ditangkap, termasuk aktivis iklim asal Swedia, Greta Thunberg, (kompas.com 4/10/2025).
Adanya gerakan kapal Sumud Flotilla ini kembali menunjukkan betapa masih banyaknya kepedulian masyarakat terhadap penjajahan di Gaza. Setelah menemui fakta beberapa hari terakhir tentang penduduk Gaza yang mengalami kelaparan hebat, masyarakat langsung menggemborkan aksi kemanusiaan bagi Gaza. Dengan berlayarnya kapal yang membawa obat, makanan, dan harapan. Tentunya ini menjadi momen yang harus diapresiasi terlebih karena gerakan ini melibatkan generasi muda yang peka mengenai penderitaan rakyat Gaza.
Namun ternyata gerakan ini juga menjadi ancaman bagi para Zionis Israel, para Angkatan Laut Israel kembali mencegat kapal bantuan kemanusiaan tersebut beserta para aktivis di dalamnya. Bahkan mereka menyebutkan upaya flotilla yang membawa bantuan kemanusiaan adalah tindakan yang memprovokasi. Dalam penangkapan aktivis yang dilakukan Zionis, menurut kesaksian aktivis mereka mendapatkan kekerasan psikologis dan fisik sebelum dideportasi.
Hal inilah yang kemudian memicu gelombang protes dan aksi solidaritas membela Palestina di banyak negara, sehingga menyebabkan ketidakpercayaan mereka terhadap militer yang melindungi keberadaan kapal. Dari sini juga terlihat bahwa kejadian ini bukan hanya insiden maritime biasa. Ini adalah cermin bahwa kekuatan berorientasi kepentingan yang punya senjata, sehingga retorika hukum nasional mudah diabaikan. Hukum yang seharusnya melindungi akses bantuan bagi rakyat Gaza yang kelaparan, kini sebagai alat legitimasi bagi yang berkuasa.
Bukan hanya sekali kita saksikan kebiadaban Zionis Laknatullah terhadap rakyat Gaza, namun sudah berulang kali mereka melakukan kecurangan, pembantaian, dan kebrutalan hingga sampai saat ini. Tapi selama itu dunia bungkam, para penguasa hanya mengeluarkan retorika. Sementara umat berteriak dengan doa dan solidaritas. Lalu, muncul pertanyaan mendasar, apa solusi hakiki agar tragedi ini tidak terulang lagi?
Tentu, tidak bisa kita pungkiri bahwa media saat ini mengarah pada solusi Two State Solusion. Bahkan ada pemimpin negeri muslim yang menyerukan pembebasan palestina hanya akan terwujud jika kita berdamai dengan penjajah, jika kita mengakui keberadaannya, dan menerima mereka sebagai bagian dari negara yang diakui. Namun, apakah benar demikian? Sementara di lain sisi kita terus menyaksikan pelanggaran dari perjanjian gencatan senjata, kita saksikan otoritas militer mereka yang tak pernah berhenti melakukan operasi demi misi mereka merebut tanah kaum muslimin, dan hal bengis lainnya yang hampir terjadi setiap hari. Benarkah solusi itu bisa diterima?
Hal wajib yang harus dipahami oleh kaum muslimin adalah bahwa solusi dua negara (Two State Solusion) bukan datang dari keinginan penduduk Palestina. Sebab, sedari awal sudah terlihat bahwa solusi dua negara dirancang untuk mengekalkan keberadaan negara Zionis di tanah Palestina. Bahkan solusi dua negara adalah pengkhianatan terhadap nasib dan perjuangan penduduk Palestina dan juga bukan solusi yang dikehendaki oleh Islam. Ia justru datang dari kaum penjajah. Solusi itu juga justru menjadi legitimasi penjajahan oleh kaum zionis.
Secara hukum Islam solusi dua negara jelas bertentangan dengan nas-nas syariah. Allah SWT telah memerintahkan kaum Muslim untuk melakukan perlawanan terhadap pihak-pihak yang mengusir dan memerangi mereka. Firman-Nya:
وَٱقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ
Perangilah mereka di mana saja kalian jumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian (TQS al-Baqarah [2]: 191).
Dari ayat di atas sudah jelas bahwa jihad fii sabilillah adalah fardhu ain’ saat ada negeri kaum muslim yang sedang dijajah seperti Palestina. Karena Zionis Israel tidak mengerti bahasa halus, yang mereka mengerti adalah bahasa kekerasan yaitu dengan peperangan, bukan dengan perundingan di meja bundar atau pengesahan oleh PBB yang akhirnya juga tidak menyelesaikan persoalan secara hakiki. Jadi jelaslah bahwa untuk mengusir entitas Yahudi hanya dengan jihad yang dipandu oleh institusi negara Khilafah. Sebab, dengan adanya khilafah sebagai penguasa, maka akan terjalankan seluruh syari’at Allah di muka bumi.
Tidak akan ada lagi penjajahan di atas muka bumi ini, tidak akan ada lagi darah dan nyawa yang terbunuh tanpa hak. Inilah yang diperlukan oleh seluruh kaum muslimin, persatuan yang akan menghilangkan sekat nasionalisme, sehingga akan terwujudlah kemerdekaan dan kemenangan bagi Gaza secara sempurna. Wallahua’lam Bishowab.

mgid.com, 522927, DIRECT, d4c29acad76ce94f google.com, pub-2441454515104767, DIRECT, f08c47fec0942fa0