Viral Demo Mahasiswa Universitas PGRI Palembang, Antara Dugaan Demo Tunggangan dan Satpam Gadungan

Securitynews.co.id, PALEMBANG- Demo mahasiswa Universitas PGRI Palembang Sumsel yang terjadi pada Kamis (10/9/2020) lalu tentang tuntutan keringanan UKT mahaiswa PGRI Jalan A. Yani Plaju Palembang hingga kini masih menuai kontroversi karena berujung pada pemukulan mahasiswa oleh petugas keamanan setempat. Apalagi, demo tersebut sempat viral di medsos hingga banyak pihak melakukan sorotan tajam. Mulai tudingan demo mahasiswa ditunggangi pihak luar hingga pada satpam gadungan.

Salah satu aksi demo mahasiswa yang terjadi pada Kamis (10/9/2020) lalu di Universitas PGRI Palembang. (foto: syari

Dari Pengamat Satuan Pengamanan Sumsel yang juga Ketua BPD ABUJAPI (Asosiasi Badan Usaha Jasa Pengamanan Indonesia) Sumsel Boy Novembriono (Sabtu, 12/9/2020) mengatakan, seorang petugas keamanan atau satpam atau security dalam bertindak, bertutur, dan bersikap telah memiliki kode etik dan aturan tersendiri. ”Sebab mereka semua telah mengikuti Diksar oleh lembaga yang berkompenten yakni BUJP. Jadi, jika para satpam atau security itu tidak melalui BUJP jelas itu dapat dikatakan Satpam Gadungan. Karena secara hukum dan aturan yang ada, mereka menjadi satpam atau security tidak melalui badang hukum atau pihak yang berwenang,” tegasnya.

Novembriono, pengamat satpam di Sumsel yang juga Ketua ABUJAPI Sumsel. (foto: ist)

Karena itu, lanjut Boy sapaan akrab Novembriono ini, masyarakat jangan sampai terkecoh dengan petugas keamanan. Sebenarnya petugas keamanan adalah seseorang yang memiliki sebuah kompetensi dan rutin mendapatkan sertifikasi. ”Jadi, jika kebanyakan masyarakat menganggap bahwa seseorang dengan seragam sudah bisa dikatakan satpam dan sebagainya, jelas itu salah. Sebab kalau seorang satpam identik dengan baju dan atribut, maka siapa pun bisa jadi satpam tapi bukan satpam didikan BUJP atau bukan satpam yang berkompentensi,” ujar Boy.
Untuk jenjang sertivikasi satpam sendiri ada 3 jenjang yakni:
1. Gada pratama (pelaksana)
2. Gada madya (supervisor)
3. Gada utama (manager)

”Nah, serifikat atau ijazahnya dikeluarkan oleh Polri yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP) yang telah mengantongi izin resmi Diklat Satpam. Untuk satpam/security di Universitas PGRI sendiri ada satpam yang sudah mengikuti pendidikan tapi KTA-nya mati dan tidak diperpanjang. Ini seharusnya cepat diurus sebagai prosedur yang berlaku,” tegas Boy lagi.

Mulyadi, Kabag Humas Universitas PGRI Palembang
Bagian. (foto: ist)

Artinya, seorang petugas keamanan harus memiliki kompetensi dasar. ”Jadi, dengan kata lain bisa saya katakan sekarang ini banyak satpam gadungan yang hanya bermodalkan seragam semata,” cetusnya.
Sementara, tindakan satpam yang melakukan pemukulan dapat diproses sebagaimana hukum yang berlaku.  ”Jadi, sudah seharusnya petugas keamanan itu dalam bertindak jangan hanya mengandalkan emosi dan fisik semata tapi gunakan akal dan intelgensia yang tinggi,” cetus Boy.

Selain itu, setiap satuan pengamanan memiliki sistem kerja yang mengikat. Jika terjadi insiden maka sudah ada SOP untuk menangani masalah tersebut. ”Nah, mungkin kebanyakan kampus di Palembang tidak memakai jasa keamanan yang terverifikasi dikarenakan biaya yang cukup besar. Sehingga mereka terkadang ”asal comot saja” tanpa mempertimbangkan sisi keamanan dan keefektifan dari kerja jasa keamanan itu sendiri. Hal ini tentu amat berdampak dan merugikan nama baik dan eksistensi satpam atau security itu sendiri di mata masyarakat,” jelas Novembriono.

Lebih jauh Boy berkata, sebetulnya masalah kebutuhan satpam di sebuah lembaga tersebut dapat disikapi dengan baik jika pihak lembaga yang bersangkutan mengikuti prosedur yang ada. ”Misalnya, dalam sebuah kampus membutuhkan 30 jasa keamanan yang direkrut secara mandiri. Maka dengan bimbingan jasa keamanan profesional maka kampus tersebut dapat memakai hanya 10 personel satpam orang saja. Ini tentu belum banyak dipahami oleh pihak kampus. Sebab sistem pengamanan mempunyai metode dan cara yang semakin maju. Tentu saja peran dari teknologi juga dibutuhkan dalam pengawasan keamanan itu sendiri. Apalagi kami dari ABUJAPI selalu rutin melakukan kegiatan sosialisasi setiap tahunnya. Hanya saja peserta yang kami terbatas. Maka pemahaman tentang pentingnya jasa keamanan masih belum sampai kepada pihak yang ingin tahu. Dan semoga bentrok fisik satpam/security tidak terjadi lagi di negeri ini, terlebih lagi dengan para mahasiswa yang identik dengan generasi intelektual,” tandasnya.

Sementara itu, pihak Universitas PGRI melalui Kabag Humas UPGRI Palembang Dr. Mulyadi MA menyayangkan terjadinya aksi demo mahasiswanya yang sempat viral ke publik tersebut. Padahal aspirasi sudah dipenuhi, ada surat kesepakatan antara pihak lembaga dan mahasiswa yang intinya untuk internal sendiri tidak ada lagi masalah.

”Di satu sisi lagi dalam kondisi pandemi ini, seharusnya semua menaati protokol kesehatan, namun di satu sisi melakukan hal yang kurang pas. Untuk mahasiswa sudah benar menyampaikan ke pihak rektorat, dengan beberapa item yang mereka tuntut. Di antaranya melengkapi fasilitas kampus, kemudian tentang uang kuliah mahasiswa dan lain-lain. Pada saat itu pihak rektorat sudah memberikan respon, sudah menanggapi apa yang disampaikan oleh mahasiswa dan mengatasnamakan mahasiswa kita,” kata Mulyadi kepada Securitynews.co.id, di ruang Media Centre Humas UPGRI Palembang, Jumat (11/09/2020).

Lanjutnya, memang pada saat itu pihak rektor tidak bisa langsung membuat keputusan, karena ini yayasan jadi rektorat harus berkomunikasi dulu ke yayasan. ”Sehingga mereka katakanlah mengadakan rapat, rektor kan tidak serta merta memutuskan, di pihak lembaga dan yayasan sudah menyepakati berbagai item yang seperti disampaikan oleh mahasiswa. Tapi tentunya kondisi semacam ini ada hal-hal yang sifatnya bisa segera ditindaklanjuti dan ada hal-hal yang butuh waktu. Makanya lembaga mengambil istilahnya skala prioritas, mana yang mungkin bisa dilakukan oleh lembaga. Nah kemudian dari berbagai point itu sebenarnya mahasiswa sudah sepakat ada item-item itu, karena kita di masa pandemi ini memang semua orang itu mengalami dampak, makanya lembaga mengambil langkah-langkah misalnya untuk mahasiswa baru, mereka ada yang dikenakan uang pendaftaran 50%, ada juga yang memang yang sekolah-sekolahnya yang kerja sama dengan kita bebas sama sekali. Kemudian SPP nya juga untuk anak guru itu cuma 50%. Kemudian berbagai “bantuan” yang dari gubernur, itu kita salurkan sesuai dengan petunjuk, tentu saja kita harus menaati karena kita takut salah karena bantuan sifatnya dari pemerintah. Kemudian juga memberikan kuliah gratis, di fakultas sains dan teknologi yang dulunya MIPA, kemudian kita juga memberikan kuliah gratis untuk di Prodi Perikanan di Fakultas Perikanan dan Kelautan, juga Prodi Fisika di FKIP,” bebernya.

Mulyadi juga menjelaskan, langkah-langkah yang disepakati unsur pimpinan, kiranya bisa meringankan dan membantu mahasiswa yang bermasalah dengan keuangan karena dampak pandemi ini. “Mereka juga boleh ngangsur duit kuliah, yah tentu saja ada prosedur mereka harus membuat permohonan,” ungkapnya.

Terkait dengan kejadian kemarin, sebenarnya mahasiswa sudah disajikan ini keputusan dari lembaga dan lain-lain sudah menerima, sebagaimana ada surat kesepakatan yang intinya untuk internal sendiri tidak ada lagi masalah. “Nah cuma kemarin itu ada orang yang berkumpul yang melakukan demo menyampaikan aspirasi, namun ke lembaga tidak ada pemberitahuan juga dari kepolisian. Karena kita menganggap ini sudah selesai, sewaktu mereka berkumpul di sini mereka mau menuju ke rektorat. Dari security kita, yah namanya security tugasnya mengamankan lingkungan, jadi mereka istilahnya mengawal aspirasi mereka itu tersalurkan dengan baik tanpa adanya hal-hal yang tidak kita inginkan. Sewaktu mereka berkumpul terindentifikasi oleh keamanan kita sepertinya bukan mahasiswa kita alias diduga ditunggangi,” cetus Mulyadi.

Sedangkan Kepala Satpam Universitas PGRI Palembang Darwis Irawan mengatakan, awal tanggal 9 September lebih kurang 08.30 Wib, mahasiswa memberikan surat pemberitahuan untuk mengadakan aksi, kemudian diterima oleh Danru Muhammad Hidayat. Ditanya oleh Danru, ini sudah ada laporan ke polisi belum, kata mahasiswa sudah, padahal suratnya tidak bercap dan atas nama aliansi bukan atas nama BEM.

“Padahal aliansi di kampus kita ini tidak ada, memang ketuanya anak PGRI yakni Andi Leo, sedangkan anak BEM saja tidak turun tidak ikut. Jadi kami didampingi Kanit Intel Polsek bahwa kami sarankan jangan turun, mereka bilang, ‘pak ada yang ingin kami sampaikan’, dari orasi depan parkiran gedung E menuju ke depan BEM menuju depan gedung C dan depan yayasan. Di situ kami halau, mereka orasi di situ,” ujarnya saat dibincangi Securitynews.co.id, Jumat (11/09/2020).

Menurut Darwis, semula mereka berjalan sesuai rencana, kondusif memang tidak ada apa-apa, setelah beberapa saat kemudian mau bergerak ke depan lagi. “Saya bilang kepada ketua aliansinya “Andi tunggu dulu di sini nanti saya akan panggil Biro Kemahasiswaan, dia jawab ‘Pak kami butuh rektor mau nagih janji rektor’, oke kata saya, tiba-tiba ada ibu Dekan dan Wakil Dekan II katanya ‘Pak Darwis ini ada mahasiswa luar, terus langsung kami amankan. Nah di situlah waktunya pecah dan saya peluk mereka, mungkin saya juga kena pukul tapi tidak saya rasakan, ada dua orang yang satu lepas yang satu lagi kita amankan ke pos satpam. Sedangkan di belakang masih kisruh, ada anggota kita yang dorong-dorongan seperti video viral,” jelasnya.

Darwis melanjutkan, tidak lama kemudian Andi diamankan ke BEM, beberapa saat kemudian Andi Leo nya yang minta lepaskan anak IAIN. “Kata saya, kami siap lepaskan namun kalian mantap dan diam di tempat. Kami bawa anak UIN itu ke belakang tidak berapa lama kemudian ada Kasad Intel Polresta yang datang ke sini dan menjemputnya,” tambah Darwis.

Masih menurut Darwis, terhadap anggotanya sendiri ada yang dilaporkan namanya Kodri, setahunya hanya satu yang dilaporkan, anggotanya yang dipukul juga satu, yakni Dedi. “Kita juga telah melaporkan, jadi saling melaporkan (split). ”Kita kemarin melaporkan ke Polsek suratnya kita tembuskan ke Polres, sedangkan kalau adik-adik mahasiswa itu melaporkan ke Polres,” terangnya.
Disoal ada beberapa mahasiswa dari UPGRI Palembang yang saat itu melakukan aksi demo, dikatakan Darwis, aksi mahasiswa UPGRI Palembang sekitar 20 sampai 25 orang. “Namun dari mahasiswa kita yang berdemo tersebut, terdapat mahasiswa lain yang menunggangi, jadi sempat viral di video, itu season yang kedua, sedangkan di season yang pertama, saya yang langsung mengamankan. Nah mungkin season kedua hanya mengambil yang kisruhnya saja,” tandas Darwis.

Sedangkan keterangan Andi Leo (23) sendiri, korban yang juga koordiantor aksi demonstrasi mengatakan, dia bersama 10 orang mahasiswa lainnya melaksanakan aksi lanjutan, dalam rangka meminta penuruan biaya UKT di Universitas PGRI Palembang.

“Aksi tadi berjalan dengan lancar, namun di tengah jalan kami dihadang oleh oknum security. Jadi tadi teman saya yang bernama Rustam yang bukan mahasiswa PGRI dan juga tidak ikut dalam barisan tiba-tiba langsung diseret oknum security di kampus tanpa ditanya dan sebagainya dia langsung dipukuli,” ujar Andi, Kamis (10/9/2020) di Polrestabes Palembang.

Andi menjelaskan, saat dia melihat ada rekannya dipukuli dia berinisiatif untuk melerai, agar aksi tersebut tidak menimbulkan korban. “Bukannya damai, saya malah ikut dipukuli dan jadi korban pula, akibatnya kami mengalami sakit di bagian wajah,” kata Andi sambil menunjukkan memar di pipi nya.
Sementara, salah seorang demonstran lainnya yakni Rustam mengaku, berkunjung ke kampus korban lantaran satu organisasi.

“Saya tidak menyangka kalau teman saya ini bakal menjadi korban penganiayaan,” jelasnya.
Saat ini, korban telah melakukan visum et referum di RS Muhammadiyah Palembang. “Tadi kami telah melakukan visum, rencananya kami akan segera membuat laporan polisi kalau berkas kami telah siap,” tambah Rustam.

Laporan : Syarif/Ril
Editor/Posting : Imam Ghazali

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3 komentar