Bupati dan Direktur RSUD Ogan Ilir Lakukan Maladministrasi

Securitynews.co.id, PALEMBANG- Setelah kurang lebih dua bulan melakukan serangkaian pemeriksaan, Ombudsman RI (ORI) wilayah Sumatera Selatan akhirnya menyimpulkan bahwa Bupati dan Direktur RSUD Ogan Ilir telah melakukan tindakan maladministrasi karena memberhentikan 109 Tenaga Kesehatan dan Nonkesehatan di RSUD Ogan Ilir.

Adapun temuan Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Selatan adalah bahwa tidak ada surat pengangkatan pegawai atau dokumen resmi yang menyatakan jika 109 tenaga kesehatan dan nonkesehatan bekerja di RSUD Ogan Ilir, hanya Surat Keputusan Pemberian Insentif Honorarium dari Bupati Ogan Ilir dan Surat Perjanjian menjadi pedoman mereka selama bekerja.

Bahwa dalam Nomor SK yang terbit oleh Bupati Ogan Ilir No: 191/KEP/RSUD/2020 tanggal 20 Mei 2020, terdapat nomor yang telah terbit dahulu yaitu nomor Tim Sentra Hak Kekayaan Intelektual Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (baltibangda) Kabupaten Ogan Ilir tanggal dengan No: 191/Kep/Baltibangda/2020 tanggal 06 Februari 2020.

Bahwa berdasarkan perhitungan, 109 Tenaga Kesehatan yang diberhentikan tidak dengan hormat tersebut tidak ada yang tidak masuk selama 5 (lima) hari berturut-turut karena para pegawai (tenaga kesehatan dan nonkesehatan) selama tanggal 15 Mei 2020 s/d 20 Mei 2020 dalam jadwal yang telah ditentukan. Di antara tanggal tersebut ada 1 atau 2 hari waktu libur/tidak bekerja yang merupakan hak dari tenaga kesehatan maupun nonkesehatan selama bekerja di RSUD Ogan Ilir, bahkan ada petugas a.n Sari Wulandari.,Am.Keb (No Urut 69 dalam lampiran No: 191/KEP/RSUD/2020 tanggal 20 Mei 2020) terhitung sejak tanggal 25 April 2020 s/d 03 Juni 2020 sedang menjalani cuti melahirkan dan petugas a.n Novita Sari.,Bsr.Am.Kep (No 96 dalam lampiran No:191/KEP/RSUD/2020 tanggal 20 Mei 2020) terhitung sejak tanggal 27 April 2020 s/d tanggal 04 Juni 2020 sedang menjalani Cuti Melahirkan serta petugas a.n Apriana Nuroika.,S.Kep terhitung sudah mengundurkan dari mulai tanggal 1 Maret 2020.

Bahwa keputusan Bupati Ogan Ilir memberhentikan 109 tenaga honorer di RSUD Ogan Ilir yang tidak berdasarkan usulan ataupun pendapat resmi yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Ogan Ilir adalah tindakan yang tidak patut sebagai sebagai kepala lembaga atau pimpinan administrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Bahwa Bupati Ogan Ilir juga mempertimbangkan dalam hal memberhentikan 109 Tenaga Kesehatan RSUD Ogan Ilir salah satunya adalah para tenaga kesehatan tersebut melakukan pelanggaran kode etik tenaga kesehatan, karena dianggap lari dalam tugas dan tidak mau melayani pasien covid-19 di RSUD Ogan Ilir. Namun secara nyata pelanggaran atau tindakan yang menyalahi kode etik yang dimaksud tidak dapat dijelaskan secara kongkret seperti berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak yang mempunyai kewenangan dan pendekatan pada alat bukti yang mumpuni. Agar pelanggaran yang dituduhkan oleh Bupati dapat dibuktikan kebenarannya secara tertulis oleh pejabat yang berwenang yang fokus pada etika profesi tenaga kesehatan. Yakni Pengawas Internal RSUD atau Organisasi Profesi seperti Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) atau Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

Berdasarkan temuan yang didapat, Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Selatan memberikan tindakan korektif sebagai upaya perbaikan sebagai berikut yakni Bupati Ogan Ilir membatalkan dan mencabut Surat Keputusan Bupati Ogan Ilir No: 191/KEP/RSUD/2020 tentang Pemberhentian dengan Tidak Hormat Tenaga Honorer Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Ogan Ilir tanggal 20 Mei 2020.

“Bupati Ogan Ilir serta Direktur RSUD Ogan Ilir agar dapat mengembalikan hak dan kedudukan 109 (seratus sembilan) pegawai RSUD Ogan Ilir (Tenaga Kesehatan dan Nonkesehatan) di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ogan Ilir maupun di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir,” tegasnya.

Adrian mengatakan, Bupati Ogan Ilir harus melakukan evaluasi terhadap manajemen RSUD Ogan Ilir termasuk kedudukan Direktur RSUD Ogan Ilir sebagai pejabat yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan RSUD Ogan Ilir dengan melibatkan Inspektorat Kabupaten Ogan Ilir sebagai Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dan apabila nantinya ditemukan kesalahan yang dilakukan, maka dapat di berikan sanksi atau pembinaan sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan sebagaimana dengan ketentuan yang berlaku.

“Bupati Ogan Ilir dapat memerintahkan Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Ogan Ilir untuk mendata seluruh pegawai non PNS di Ogan Ilir agar data kepegawaian non PNS di Ogan Ilir dapat terintergrasi di BKPSDM Ogan Ilir dan menjadi rujukan bagi Bupati Ogan Ilir ataupun Kepala Organisasi Daerah (OPD) dalam mengambil kebijakan perekrutan Pegawai non PNS berdasarkan kebutuhan yang rill,” jelasnya.

Juga dikatakan Adrian bahwa tindakan korektif di atas diberikan waktu 30 (tiga puluh) hari kerja. Salah satu konsekuensi yang akan dijalankan apabila LAHP yang diterbitkan Ombudsman RI Sumatera Selatan tidak dipatuhi dan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, Ombudsman RI perwakilan Sumatera Selatan akan meneruskan LAHP tersebut ke Ombudsman RI di Jakarta untuk dilakukan penguatan agar ditingkatkan menjadi Rekomendasi yang akan bersifat final dan mengikat bagi Bupati Ogan Ilir selaku pihak terlapor, Ketentuan dalam Pasal 351 ayat (4) dan (5) UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah berbunyi Kepala daerah wajib melaksanakan rekomendasi Ombudsman sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat.

“Kepala daerah yang tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat tersebut akan diberikan sanksi berupa pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan yang dilaksanakan oleh Kementerian serta tugas dan kewenangannya dilaksanakan oleh wakil kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk,” pungkasnya.

Laporan : Akip
Editor/Posting : Imam Ghazali

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *